|
Siapa
yang punya kondisi tidak berbeda dengan saya disini? Diambang kelulusan,
wisuda, dan melepas status sebagai mahasiswa (setidaknya di level strata-1)…
selamanya. Iya selamanya.
Karena
besar kemungkinan sedikit diantara kita akan mau mengulang masa perkuliahan di fase
pertama pasca pendidikan sekolah menengah tersebut, selesai kita libas. Ya
kalaupun ada pasti dengan berbagai syarat dan ketentuan yang berlaku. Semoga
asumsi saya benar:).
Kawan,
seringkah dirimu dikasih pertanyaan, entah dari siapapun itu dengan sangat
sederhana seperti “ Setelah lulus mau
kerja dimana mas?” atau “Setelah
lulus mau jadi apa mas?”. Pertanyaan yang simple. Namun (kadang) menemukan jawabanya tidak sesederhana
pertanyaan tersebut bagi sebagian orang. Merasa sial? Merasa bingung? Atau
mungkin sudah sangat jelas tahu jawabanya. Beruntung dan bersyukurlah anda yang
masuk di dalam kelompok terakhir.
Namun
bagi yang masuk di kelompok pertama dan kedua, jadikan saja pertanyaan2 ini
bermuatan positif. Itu adalah stimulan
dan cambuk nyata selain omelan Ibu2 kita di rumah yang paling bisa menyentil
hati.
Bagi
saya pribadi, pertanyaan ini beranak pertanyaan lain kepada diri sendiri “Jadi sebenarnya mau jadi apa? Mau kemana?
Bagaimana caranya?” dan sederet pertanyaan lainnya yang membuntuti.
Bersyukurlah
kalau kita masih memiliki banyak pertanyaan seperti ini. Bukan berarti tiada
hasil kita menghabiskan waktu kuliah wira-wiri di kampus, dan atau sebagian lain
yang menginvestasikan waktunya untuk berorganisasi. Tapi inilah daftar
pertanyaan yang tiada boleh terhapus sepanjang perjalanan hidup kita di dunia.
Biarkan otak bekerja, hati bicara, dan menuntun kita menuju arah yang
seharusnya menjadi ladang pengamalan ilmu serta pencurahan passion pembakar semangat jiwa dalam berkarya yang sesungguhnya.
Kembali ke pertanyaan sederhana tadi. Sudah
adakah yang menemukan jawabannya? Jawaban yang sebenar-benarnya jawaban maksud
saya. Bukan sekedar logika bahwa “2” adalah jawaban dari “1+1”. Tapi apa
dibalik jawaban “2” itu? Apa alasanya? Bagaimana prosesnya? Sudahkah kita
menanganggap hal ini penting?
Oke,
jadi begini. Dulu waktu awal kuliah saya diterima di jurusan yang nampak
sempurna bagi orang tua saya (Ilmu Pemerintahan). saya terpacu untuk secara
sempurna pula membuat peta masa depan demi menjadi guide agar terarah menuju kemana saya akhirnya. Tentu saja dengan
terlebih dahulu berproses untuk mencintai jurusan ini sendiri.
Secara idealis saya tuliskan bahwa saya harus
bias menjadi sekretaris daerah di kabupaten tumpah darah (Sukoharjo) dengan
jalan meniti karir dari level terbawah hingga level teratas. Menjadi PNS tentunya.
Karena di dalam struktur organisasi pemerintahan, jabatan inilah yang tertinggi
diantara pilihan menjadi pejabat karir. Artinya jabatan ini tidak di dapat
secara politik (seperti posisi kepala daerah/Negara) dan menitik beratkan
penilaian dan penghargaan atas diri bahwa kita memiliki kompetensi dan pantas
menududuki jabatan karir tertentu.
Indah
ya? Bagi saya indah walaupun bisa saja tidak menurut yang lain. Apalagi pada
saat itulah pertama kalinya saya memahami urgensi serta berani membuat blue print kehidupan atas diri sendiri. Hidup
ini sudah cukup keras untuk di hadapi, tapi akan lebih keras lagi kalau kita
tak mampu memaknai arti kehadiran kita di dunia. Apalagi jika kita tak tahu arah jalan pulang (malah jadi lagu).
Namun
kawan, mimpi bisa berubah, bertambah, dan berkembang seiring perkembangan diri
kita masing-masing. Juga akibat tempaan hidup dan segala pengalamannya yang
menjadikan kita seperti bukan apa2. Buku2 dan artikel2 yang kita baca, orang2
yang kita temui, tontonan yang kita nikmati, dan berbagai hal yang kita
pelajari akan memberikan pengaruh dan menjadi pelaku utama mengapa kita bisa
mengalami perkembangan ketertarikan akan suatu bidang dan mimpi di masa depan.
…to
be continued..
@RidwanAb
@RidwanAb