Thursday 4 June 2015

Explore Majalengka: #1 Paralayang Gunung Panten


Take off


Saya adalah warga asli Sukoharjo, cukup dekat dengan Wonogiri. Wonogiri sendiri kurang lebih satu jam perjalanan darat dari Solo, ke arah selatan. Sebelum tiba di perbatasan Wonogiri ada satu kota yang harus dilewati yaitu Sukoharjo. Jadi kalau ditarik garis lurus dari arah selatan menjadi Wonogiri, Sukoharjo, Solo.

Dua setengah jam lagi ke arah utara bakal ketemu lagi dengan Semarang Ibukota Jawa Tengah. Kalu mau ambil simulasi tarik garis lurus lagi dari arah sebaliknya maka hasilnya jadi Semarang, Ungaran, Salatiga, Boyolali, Solo, Sukoharjo, Wonogiri. Cukup jelas ya? Semoga. Sayangnya saya tidak akan berbicara tentang Wonogiri, Sukoharjo, Solo, Boyolali, Salatiga, apalagi Semarang. Tapi ini semua tentang Majalengka.

Banyak yang bisa saya ceritakan tentang Majalengka. Pekerjaanlah yang menuntun saya hingga tiba disini. Mungkin memang sudah rejekinya, belum jodohnya.

Keceriaan pertama yang akan saya ceritakan adalah tentang paralayang, dan sedikit tentang gantole. Paralayang kebetulan pernah saya coba, sedangkan gantole belum ada kesempatannya. Tapi bisa saya ceritakan juga pengalaman dari salah satu rekan yang khusus datang ke Majalengka untuk mencoba olahraga ini.
View dari Gunung Panten

Menurut informasi yang saya dapat dari teman-teman penerbang di sana, sebenarnya ada beberapa tempat di Indonesia yang memberi kesempatan untuk masyarakat umum (non atlit-non penerbang/pilot) untuk merasakan pengalaman terbang tandem dengan paralayang maupun gantole. Tempat-tempat ini dikelola oleh para penerbang yang kebanyakan atlit-atlit professional dan tergabung dalam klub-klub. Untuk wilayah Jawa Barat misalnya, selain di Majalengka ada juga di Kawasan Puncak Bogor dan juga Sumedang. Namun yang rutin selalu terbang setiap minggunya hanya ada di Majalengka. Tepatnya Gunung Panten, Sidomukti.

Untuk mencapai lokasinya cukup mudah dan dekat dengan pusat kota. Tinggal pilih mau pakai mobil atau motor. Untuk bus tidak disarankan, meskipun jalannya mulus -semulus cintaku kepadamu- namun lebar jalannya tidak memungkinkan untuk dilewati. Apalagi kalau mau pakai becak ke atas lokasi gunung, dimana mau nambal betis mamang becaknya kalau kenapa-kenapa di tengah jalan?

Tiba di atas puncak gunung kita akan disuguhi pemandangan yang memanjakan. Hamparan persawahan, perumahan penduduk, puncak Gunung Ciremai di kejauhan, lekuk-lekuk perbukitan tetangga yang bakal jadi menu tambahan. Jangan lupa menu utama kita adalah wisata paralayang dan gantole.

Suasana lokasi
Jika kita kesana terutama di hari libur ataupun hari Minggu, lokasi akan penuh dibanjiri pengunjung. Ehm, tidak sampai banjir juga sebenarnya hanya saja area take  off bakal penuh dengan orang-orang. Dengan berbagai tujuan.

Ada yang datang sengaja untuk terbang tandem dengan gantole ataupun paralayang. Sebagian yang lain datang untuk menikmati pemandangan saja bersama keluarga, sisanya datang bersama teman hingga pasangannya. Jika anda berpikir untuk datang kesana sendirian saya sarankan untuk mengurungkan niat anda. Sudah tidur di rumah saja kalau begitu. Untuk pengalaman, pemandangan, dan keindahan yang dikemas seperti itu anda mau menikmati semuanya sendirian saja? Egois.

Kalau mau merasakan pengalaman terbang tandem dengan paralayang maupun gantole sangat bisa dilakukan, meskipun tidak semua pilot bisa membawa kita terbang ke angkasa. Ada yang pilot yang datang untuk berlatih rutin saja demi menambah jam terbang, dalam arti sebenarnya. Pilot yang terlatih untuk melakukan terbang tandem hanya ada beberapa.

Ono rego ono rupo, begitu kalau orang Jawa bilang. Artinya apa? Coba tanyakan pada teman yang ada di sebelah tempat duduk anda. Pun kalau dia orang Jawa. Pun kalau saat ini anda sedang duduk.

Saat terbang di awan

Untuk mendapatkan pengalaman sekeren ini kita cukup mengganti biaya sebesar Rp 350.000,- untuk tandem paralayang, dan Rp 450.000,- untuk tandem gantole. Sesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tentunya.

Biaya ini murni untuk pengganti biaya operasional, untuk alat keselamatan kita, payung (yang harganya tidak murah) yang membantu kita terbang, skill pilot yang dilatih dengan terbang ribuan jam, dan para kru yang membantu memastikan kita mendapatkan pengalaman terbang yang tak terlupakan seumur hidup. Jadi bukan untuk tujuan komersil kalau menurut salah satu pilot, menurut saya sangat sepadan.

Bagaimana rasanya ketika mau terbang? Jantung berdegup kencang, nafas terangah-engah menghirup oksigen lebih banyak dari biasanya, sampai tangan yang bergerak tak beraturan. Begitu kaki benar-benar terangkat terbang dan tak menyentuh tanah lagi semua kondisi tadi bakalan lenyap, tak bersisa. Berganti dengan senyum dan tawa. Serta pastinya mata yang tersiram Vitamin A dosis tinggi, karena semua yang ada di bawah sangat indah dilihat dari atas. Alhamdulillah. Nagih. Ga mau Pulang. Maunya diajak terbang. Lagi.

Bismillah dan pasrahkan (percayakan) saja semua pada pilot. Kita nikmati selebihnya.

Lama terbang sendiri untuk paralayang ditentukan oleh kondisi angin, arah angin, serta cuaca. Rata-rata 5-15 menit. Jadi disarankan datang pada saat musim kemara seperti sekarang. Karena pada saat musim hujan selain karena resiko mendung hingga hujan mendadak, juga anginnya kurang stabil. Arah dan kecepatannya bisa tidak menentu. Kalau selama di atas kita diajak bermanuver seperti wing over (digoyang-goyang) oleh pilot itu adalah bonus, yang sangat asyik.

Mau bawa oleh-oleh video atau gambar saat terbang di atas? Jangan khawatir karena kamera go pro telah disediakan oleh para pilot sebagai fasilitas tambahan. Tinggal bawa alat penyimpan datanya saja untuk copy nantinya.

Jadi kalau ada rejeki lebih (rejeki waktu, kesempatan, dana) saya rekomendasikan teman-teman untuk mencoba. Setidaknya sekali dalam seumur hidup. Jangan lupa ajak teman, sahabat, gebetan, pacar, mantan, istri, suami, keluarga atau siapapun yang bersedia anda ajak berbagi di kala senang dan sedih. Bawa topi baju lengan panjang ataupun tabir surya kalau anda sangat peduli terhadap pengendalian populasi jumlah pigmen di kulit anda.

Boleh juga bawa bekal makan ataupun minum, walaupun seharusnya tidak usah kawatir karena banyak terdapat warung di sekitar area. Toilet pun tersedia, lahan parkir juga memadai, namun tempat ibadah belum saya temui. Karena di bawah samping area penerjunan, terdapat masjid yang cukup dekat.