Source: ditjennak.deptan.go.id |
Saat
ini, pemenuhan kebutuhan sapi di dalam negeri mendesak untuk bisa ditingkatkan
ketersediannya. Kita semua tahu betapa luar biasanya harga daging sapi di
pasaran di seluruh Indonesia. Berbagai media massa bahkan menyebutkan bahwa
harga daging sapi per kilogram di Indonesia adalah yang termahal di seluruh
dunia. Kita tidak perlu bangga untuk prestasi yang satu ini. Karena hal ini justru
menjadi indikasi betapa Pemerintah Indonesia belum menunjukkan usaha
perlindungan konsumen atas harga yang mahal ini. Padahal bagaimanapun juga
daging sapi merupakan salah satu bahan makanan penunjang gizi yang penting bagi
masayarakat.
Namun di sisi lain, dengan mahalnya harga daging sapi ini juga memberikan
keuntungan bagi peternak, importir daging sapi, dan para pedagang daging sapi.
Pada kondisi ini terjadilah sebuah ironi, bahwa kenyataanya keuntungan hanya
dinikmati sebagian kecil kalangan di negeri ini. Belum lagi terkuaknya kasus
penyuapan untuk mempengaruhi kebijakan impor daging sapi oleh sebuah perusahaan
importir kepada oknum legislator di Senayan baru-baru ini. Hal tersebut semakin
menunjukan bahwa memang ada sebuah pekerjaan rumah penting yang harus segera
dicarikan jalan keluarnya.
Upaya
pemenuhan kebutuhan daging sapi ini ternyata juga diiringi persoalan-persoalan
lain, salah satunya yaitu bagaimana upaya yang dapat kita lakukan untuk
mendorong produksi daging sapi di dalam negeri lebih meningkat. Artinya kita
tidak perlu lagi untuk bergantung kepada daging-daging impor yang berasal dari
berbagai negara. Hingga saat ini saja, hampir setengah dari kebutuhan daging
sapi di Indonesia dipenuhi dari impor (Fikar dan Ruhyadi, 2010). Menurut Dirjen
Peternakan RI, Kebutuhan sapi potong nasional pada tahun 2009 mencapai 2,1 Juta
ekor sapi. Sebanyak 1,1 Juta ekor dari kebutuhan tersebut dipasok dari impor.
Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia 240 Juta Jiwa dan konsumsi daging sapi
1,8 Kg/kapita/tahun, saat ini dibutuhkan 432 Juta Kg daging sapi atau jika
dikonversikan menjadi sapi hidup setara dengan 2,5 Juta ekor sapi. Impor-impor
yang dilakukan terutama berupa bakalan sapi potong. Bagi kita setelah
mengetahui fakta tersebut, apakah hal ini menjadi tantangan atau sebuah peluang?
Seharusnya hal ini sama sekali tidak tantangan.
Sebagai konsekuensi dari kecenderungan
peningkatan kebutuhan daging sapi untuk berbagai keperluan domestik, maka
kondisi ini menjadi peluang bisnis yang sangat menggiurkan untuk beternak sapi
potong. Tentu bagi mereka yang pandai menangkap peluang tersebut, kondisi ini
memicu upaya untuk mengembangkan usahanya. Atau setidaknya bisa di dorong
dengan berbagai upaya menambah jumlah peternak baru dengan bekal potensi alam
dan sumber daya manusia di Indonesia yang melimpah. Logikanya perlu diciptakan
kondisi yang seimbang antara supply
dengan demand di pasaran. Apalagi
pemerintah telah mencanangkan swasembada daging pada tahun 2014 yang ternyata hanya
tinggal setahun lagi dari sekarang.
Program
“Desa Berdaya” yang dirancang oleh PT RNI yang akan berlokasi di Majalengka, Jawa
Barat ini memang urgen untuk dilaksanakan. Program ini merupakan wujud tanggung jawab
sosial perusahaan dengan fokus tujuan pemberdayaan masyarakat sekitar. Kegiatan
pemberdayaan peternak dimaksud adalah upaya mengubah kesadaran, memperkuat
keinginan dan perlakuan masyarakat peternak sebagi obyek atau pelaku yang
berperan dalam peningkatan mutu genetik ternak sapi lokal agar diperoleh bibit
yang baik secara mandiri (Arifin, 2009). Pemberdayaan juga berarti proses yang
mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam
pembangunan yang berlangsung secara dinamis sehingga masayarakat dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi serta dapat mengambil keputusan secara bebas
dan mandiri (Gitosaputro, 2006 dalam Arifin 2009).
Outcome
dari program ini diharapkan tidak hanya mendorong masyarakat desa setempat lebih
mandiri secara finansial dengan pengembangan kewirausahaan penggemukan sapi.
Namun, akan lebih mulia jika program ini juga dapat menjadi salah satu
pendukung suksesnya pemenuhan kebutuhan daging sapi melalui upaya-upaya
masyarakat kita sendiri. Sehingga masyarakat peternak mendapat keuntungan materi
dan memperoleh peningkatan keahlian beternaknya, sedangkan masyarakat Indonesia
pada umumnya terbantu ketersediaan daging sapi di pasaran. Roda perekonomian
yang lebih luas pun akan ikut tergerak seperti misalnya usaha pembibitan, sarana
produksi, pakan, dan obat-obatan. Yang ketiga diharapkan pula, bahwa melalui
program ini terutama dengan pengerahan para sarjana terdidik dari berbagai universitas
dan berbagai background pendidikan
dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa secara umum. Terutama
peningkatan kualitas kesehatan, pendidikan, lingkungan, serta ekonomi melalui
pengembangan usaha kecil menengah dengan berbagai program yang dapat dirancang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa setempat
Saya
pribadi melalui program “Desa Berdaya” ini memiliki beberapa rencana program
yang bisa diselenggarakan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat desa lingkungan
peternakan sapi. Berdaya Sesarengan
(Berdaya Bersama-sama) adalah prinsip dan juga visi yang hendak diwujudkan pada
akhir program. Slogan ini terinspirasi dari sebuah social entrepreneurship project bernama Moo’s Project oleh remaja pemenang Ashoka Young Changemaker 2008, Kusuma
Diah Sekararum. Berikut penjabarannya:
1.
Komunitas
Peternak Berdaya
Pembentukan
kelompok-kelompok peternak akan mempermudah sistem pemberdayaan dan
pengoranisasian para peternak sapi di semua lingkup desa yang menjadi fokus
pelaksanaan Program Desa Berdaya. Kelompok peternak dibentuk mulai dari level
desa, kecamatan, hingga kabupaten untuk mempermudah alur koordinasi dan
informasi antar stakeholder. Khususnya pemerintah (dinas terkait), para peternak,
PT RNI, dan juga para pemberdaya. Berkomunitas juga memberikan manfaat lebih
bagi para peternak seperti forum sharing
sarana prasarana, jaringan penjualan, sharing
solusi masalah teknis peternakan, dll. Dengan pembentukan komunitas ini tentu
perlu diiringi dengan penetapan lokasi sekretariat bersama dan channel-channel komunikasi yang berfungsi
sebagai ujung tombak informasi, pemasaran, dan media berkumpulnya para peternak
dengan para stakeholder.
2.
Integrasi
Industri Peternakan Sapi
Sistem yang
terintegrasi perlu dibuat. Terutama demi memaksimalkan lingkaran potensi
peternakan sapi mulai dari sektor hulu hingga ke hilir. Dari usaha pembibitan,
penggemukan, penyediaan pakan berkualitas, rekayasa ilmiah, obat-obatan, dll.
Semua tetap mengedepankan prinsip Berdaya
Sesarengan. Artinya partipasi masyarakat di dorong semaksimal mungkin agar
dapat menyediakan semua kebutuhan tersebut melalui usaha sendiri dengan di
fasilitasi para pemberdaya dan PT RNI serta instansi pemerintah dan penyelenggara program terkait.
3. Pembentukan
POSDAYA di desa-desa binaan
POSDAYA merupakan
akronim dari Pos Pemberdayaan Masyarakat. Dimana program ini merupakan
integrasi dari aspek-aspek kehidupan masyarakat di desa dengan mewadahi semua
lembaga dan organisasi desa dalam satu koordinasi. 4 pilar yang diupayakan
pengembangannya di dalam POSDAYA adalah kewirausahaan (UKM), kesehatan,
lingkungan, dan juga pendidikan. Program-program turunan dapat dibuat
berdasarkan 4 pilar ini sesuai potensi dan kebutuhan desa setempat. (Contoh:
usaha-usaha pengelohan daging sapi oleh warga desa setempat seperti untuk
dendeng, abon, dan pengolahan kulit sapi. Sehingga setiap bagian dari sapi
dapat bernilai ekonomis dan memberikan keuntungan bagi warga masayarakat). Keaktifan
dan keefektifan dari POSDAYA ini bisa di monitoring dan di evaluasi bersama
oleh perangkat desa, tim pemberdaya, dan Pemerintah Kabupaten setempat.
Pengurus POSDAYA tidak berdiri di bawah perangkat desa melainkan sejajar,
sehingga sifat koordinasinya saling bersinergi demi kemajuan desanya.
4.
Festival
Sapi Majalengka
Festival ini memiliki
konsep seperti pestanya warga desa dengan mengedepankan aspek peternakan sapi
sebagai ikon utama desa. Festival ini bisa diadakan dalam waktu tertentu seperti
pada saat puncak panen dari usaha penggemukan sapi dari setiap kelompok
peternak (3/4bulan sekali). Masing-masing kelompok bisa menampilkan sapi-sapi terbaik hasil
penggemukannya yang kemudian di display untuk diperlihatkan. Ajang ini dikemas
bersama acara hiburan, promosi usaha penggemukan sapi milik para kelompok
peternak, serta sebagai ajang jual beli langsung hasil peternakan.
Program-program yang dihasilkan melalui POSDAYA bisa ikut pula ditampilkan. Ajang
ini wajib melibatkan para stakeholder
yaitu masyarakat umum, peternak, pemerintah daerah, dan Perwakilan PT RNI berkumpul
bersama dalam satu event. Sapi-sapi terbaik ini juga dapat dilelang mirip
konsep lelang bandeng yang ada di daerah Juwana, Pati. Dimana para pemodal,
pejabat dapat mendapatkan sapi-sapi terbaik hasil penggemukan masayarakat
melalui proses lelang terbuka. Program ini diharapkan dapat memacu para
peternak untuk memproduksi/menggemukan sapi-sapi yang berkualitas, sehat, dan ekonomis. Tidak lupa pula media-media massa
dilibatkan untuk membantu aspek pemasaran dengan peliputan agar potensi
penggemukan sapi di wilayah Majalengka lebih dikenal luas.
Pemaparan konsep
di atas dapat diupayakan bersama-sama dengan melibatkan kontribusi semua pihak
terutama partisipasi aktif masyarakat desa setempat. Karena merekalah subyek
sekaligus obyek dari program Desa Berdaya ini. Dengan sinergi dan usaha yang
keras, maka tantangan pemberdayaan peternak sapi dapat menjadi peluang yang
menguntungkan demi mencapai desa yang berdaya, mandiri, dan sejahtera. Lebih khusus membantu ketersediaan stok daging sapi nasional. Insya
Allah.
Daftar
Pustaka:
Fikar, Samsul dan Ruhyadi Dadi.2010.Beternak dan Bisnis Sapi Potong.Agromedia
Pustaka:Jakarta
Arifin, Johar.2009.(Jurnal).Pemberdayaan Peternak Sapi Pesisir Garut Selatan Melalui
Introduksi Pengetahuan dalam Kegiatan Peningkatan Mutu Generik Ternak (kasus di
kelompok Tani Sapi Pasir Pogor Kecamatan Pemeungpeuk Kabupaten Garut, Jawa
Barat).Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.Bandung.
*Tulisan ini di buat awal Maret, 2013 sebagai syarat keikutsertaan untuk Program Desa Berdaya yang diselenggarakan PT RNI. Revisi dari tulisan asli dilakukan seperlunya.