Source: Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, 2012 |
Ridwan Al Rossid Budyantoro
Pembimbing:
(Dra. Wiwik Widayati)
(Dzunuwanus Ghulam Manar, S.IP., M.Si.)
ghulam@undip.ac.id
Abstract:
The
aim of this research is to explain the network policy which exists in the
management of Colo Irrigation System as a part of Bengawan Solo River Area
Water Resource Management System. The state guarantee all the people have
rights to utilize water for their daily life, to ensure their healthy life,
clean, and productive as well ass the constitution have been wrote down. Colo
Irrigation System, hold the important role to more than 24.000 hectares of rice
fields irrigation across six regions in Central Java and East Java Province. The
consequences of water irrigation utilization pushing collaboration in a policy
network to bridging every actor’s interest to the existing of Colo Irrigation
System. This study tried to look the network model, mapping the actors that
been involved in, digging the root problems which effecting various obstacle to
the collaboration and search for the solution, also to looking for the
practically problems. The kind of this study is a descriptive analysis that
aims to describe the symptoms as well as symptoms analyzed using a qualitative
approach. The subjects in this research are related government institutions in
national until local level, and also the farmers community (P3A). There are
many methods to collecting data in this research, non participant observation,
in-depth interviews and documentation studies. The results showed that a policy
network as a pattern of actor’s cooperation in
the management of Colo Irrigation System does exist. And there are two level of
the policy network involved in this collaboration, which are Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo dan Komisi Irigasi Kabupaten
Sukoharjo.
Keywords: Policy network, irrigation system, public
policy.
Abstraksi:
Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menjelaskan jejaring kebijakan yang ada dalam pengelolaan Sistem Irigasi Colo sebagai bagian dari Sistem Sumber Daya
Air Wilayah Sungai Bengawan Solo. Pemerintah menjamin
semua masyarakat memiliki hak untuk memanfaatkan air bagi kehidupan mereka, memastikan mereka hidup sehat,
bersih, dan produktif sebagaimana yang telah diamanahkan
undang undang. Sistem Irigasi Colo memegang peranan penting atas lebih dari 24.000 Hektar lahan persawahan
di enam kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Konsekuensi dari pemanfaatan
air irigasi adalah mendorong kolaborasi di dalam jejaring kebijakan untuk
menjembatani kepentingan setiap
aktor atas keberadaan Sistem Irigasi Colo.Kajian ini bertujuan untuk mencari
model jejaring, memetakan aktor yang terlibat di dalamnya, menggali akar permasalahan yang menyebabkan beragam kendala di dalam kerja sama dan
akhirnya mencari solusinya, termasuk mencari permasalahan
permasalahan di lapangan. Jenis
kajian ini adalah deskripsi analisis yang bertujuan
untuk mendeskrisikan gejala gejala yang telah dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian adalah
instansi pemerintah yang berkepentingan
dari level nasional hingga lokal, dan juga Paguyuban Petani Pemakai Air (P3A).
Ada banyak metode pengumpulan
data di dalam penelitian ini, yaitu observasi non partisipatoris, wawancara mendalam, dan kajian pustaka.Hasilnya
menunjukan bahwa jejaring kebijakan sebagai sebuah pola
kerja sama antar aktor di dalam pengelolaan Sistem
Irigasi Colo memang ada. Dan ada dua level jejaring kebijakan yang terlibat di
lama koordinasi, yaitu Tim Koordinasi Sumber Daya Air Wilayah Sungai
Bengawan Solo dan Komisi Irigasi Kabupaten Sukoharjo.
Kata
kunci: Jejaring
kebijakan,
sistem irigasi, kebijakan publik.
PENDAHULUAN
Sebagai salah satu sumber air vital terutama bagi
masyarakat di Pulau Jawa,Sungai Bengawan Solo dikelola sedemikian rupa dengan
cara pembangunan proyek-proyek infrastruktur pendukung untuk memanfaatkan
alirannya demi kepentingan masyarakat. Pembangunan jaringan irigasi yang telah
dilakukan pemerintah pada hakekatnya berorientasi pada dua pokok masalah, yaitu
masalah pangan dan penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, irigasi berfungsi
sebagai sarana produksi yang berperan penting di dalam produksi pertanian.Sedangkan
untuk kepentingan penduduk, air dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari
seperti sumber air minum, pembangkit listrik, budidaya ikan air tawar, industri,
serta wisata.
Salah satu hasil proyek utama yang dibangun pada masa
PELITA II untuk merekayasa sumber daya air Wilayah Sungai Bengawan Solo adalah
Bendungan Serba Guna Wonogiri atau yang lebih dikenal sebagai Waduk Gajah
Mungkur Wonogiri. Bendungan serbaguna ini dibagun pada alur sungai di daerah
pertemuan Kali Keduwang dan Sungai Bengawan Solo, tepatnya pada Desa Wuryorejo,
Kecamatan Wonogiri. Bendungan Serbaguna Wonogiri pada awalnya digunakan untuk
mengendalikan air yang ada di DAS (Daerah Aliran Sungai) Solo Hulu di Jawa Tengah.
Bersamaan dengan pembangunanproyek Bendungan Serba Guna
Wonogiri, turut dibangun pula Bendung Colo. Di mana Bendung Colo adalah sebagai
infrastruktur utama dari Sistem Irigasi Colo menjadi tumpuanpengairan bagi
mayoritas petani di Kabupaten Sukoharjo bahkan hingga ke Wonogiri, Klaten,
Karanganyar, dan Sragen (wilayah eks-Karesidenan Surakarta), serta Ngawi Jawa
Timur. Bendung ini dibangun untuk menampung limpahan air dari Waduk Gajah
Mungkur di Kabupaten Wonogiri yang merupakan aliran dari Sungai Bengawan Solo,
hingga akhirnya dikelola penggunaanya (dibagi alirannya)terutama untuk
keperluan irigasi di beberapa daerah kabupaten di atas tersebut.Sistem Irigasi
Colo memegang peranan penting dalam alokasi air untuk irigasi mencakup wilayah
seluas 24.961 Ha.
Jaringan Irigasi Colo melintas di berbagai daerah kabupaten/kota, maka melibatkan berbagai pihak yang terbentuk
menjadi sebuah policynetwork/jejaringkebijakan di dalam pengelolaanya. Dalam menjalankan
pengelolaan sumber daya air yang melibatkan berbagai aktor seperti dalam kajian ini, aktor-aktor
dalam jejaringharus dapat didefinisikan secara jelas. Dua hal yang
perlu diidentifikasi terutama siapa saja aktor yang sebenarnya memiliki
kepentingan
dan terlibat langsung dalam pengelolaan,
dan hal yang kedua adalah mengidentifikasi peran serta tanggung jawab dari
masing-
masing aktor tersebut dalam pengelolaan.
Ketika kedua hal
di atas terdefinisi dengan jelas, maka sebaiknya
juga dapat disimpulkan sebuah model ideal bagi jejaring
yang telah tercipta/terlibat dalam pengelolaan Bendung Colo. Model ini penting
untuk dirumuskansebagai dasar pola kinerja masing-masing
aktor,
dan juga dapat dijadikan sebuah bahan pembelajaran agar dapat
dilakukan koordinasi
yang lebih baik dan terpadu di masa yang akan datang. Dengan adanya model yang telah di rumuskan
ini maka, sistem dan alur koordinasi dapat berjalan dengan jelas tanpa perlu
menabrak kepentingan masing-masing aktor. Berbagai aturan
formal yang diterbitkan oleh pemerintah pusat hingga daerah sebagai landasan kerja sama ini juga menggambarkanwujud koordinasi antar aktor. Berbagai permasalahan terkait teknis operasional jaringan
dan pemeliharaan juga banyak ditemui di lapangan, menjadi pekerjaan rumah bagi
para aktor kebijakan untuk dirumuskan solusinya.
..rest of the journal can be read in Journal of Politic and Government Studies Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, link: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jipf/article/view/2153
*Tulisan ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan S-1 Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro oleh Ridwan A. Budyantoro.
No comments:
Post a Comment