Persoalan banjir dan rob
(genangan air yang berasal dari laut) merupakan permasalahan yang serius di
Kota Semarang. Bahkan fakta berbicara bahwa masalah banjir ini secara ironis
malah menjadi semacam branding yang
cenderung negatif bagi Semarang. Jika terlintas dalam pikiran kita, setiap kota
niscaya punya julukan/sebutan masing-masing dengan background dan kepentingan yang berbeda pula. Misalnya, terdapat
julukan Kota Megapolitan maka Jakarta adalah jawabannya, lalu Bandung dengan
sebutan Kota Kembang, Surabaya dengan sebutan Kota Pahlawan, Yogyakarta dengan
Kota Budaya, sedangkan Semarang? Ya, Kota Banjir. Hal ini semakin dikuatkan
dengan lagu khas Jawa Tengah yang dibawakan oleh maestro keroncong Waljinah,
yaitu “Jangkrik Genggong” yang di
awal lirik lagunya terdapat kalimat “Semarang
kaline banjir...”. Maka tidaklah salah jika agenda kebijakan Pemerintah
Kota Semarang menempatkan penanggulangan dan upaya menghadapi banjir dan rob
ini dalam salah satu fokus perumusan kebijakan kota. Pemerintah Kota bukan satu-satunya
pihak yang bertanggung jawab terhadap perumusan dan implementasi kebijakan ini,
tapi peran aktif masyarakat, swasta, LSM, maupun pihak lain yang peduli dapat menjadi
kolaborasi kuat yang positif demi kepentingan bersama.
Permasalahan Banjir dan Rob di Kota Semarang
Rob dan banjir
seolah tak pernah lepas dari identitas Kota Semarang. Konon, kota yang memiliki
topografi perbukitan dan dataran rendah pada jarak yang relatif dekat itu telah
mengalaminya sejak satu abad yang lalu. Berbagai cara untuk mengatasinya pun ditempuh.
Kini upaya itu memasuki babak baru dengan pembenahan dari hulu hingga hilir. [1]
Upaya
menangani rob dan banjir terus dilakukan sejak dulu. Pada tahun 1858 dan 1901
misalnya, dua kanal besar di sisi timur dan barat kota dibangun lewat heren diensten (kerja wajib) bagi kaum
pribumi saat itu. Sejak itu, Semarang memiliki sungai yang dikenal sekarang
sebagai Banjir Kanal Timur dan Barat.
Jika ditilik
dari sejarah Kota Semarang, menurut seorang geolog Belanda terkenal
Prof.Dr.Ir.R.W.Van Bemmelen, lebih kurang 500 tahun yang lalu keadaan Kota
Semarang Jauh berbeda dari sekarang. Dikala itu garis pantai masih jauh
menjorok ke dalam hingga ke bukit-bukit Gajahmungkur, Bukit Mugas, Mrican,
Gunung Sawo Simongan dan bukit-bukit lain sekitarnya.[2]
Pada saat
itulah hijrah Pangeran Made Pandan dan puteranya Raden Pandan Aran dari
Kesultanan Demak menuju ke suatu tempat bernama Pulau Tirang. Seperti
yang ditulis oleh Amen Budiman dalam Buku “Semarang Riwayatmu Dulu”, lahirnya
Kota Semarang diawali pada tahun 1398 Tahun Saka atau 1476 yaitu diawali dengan
kedatangan seorang pemuda di daerah Mugas Bergota ( saat ini di Mugas Bergota
berdiri rumah sakit terbesar di Jawa Tengah yaitu Rumah Sakit Umum Dr. Karyadi)
yang di kala itu masih merupakan jazirah Pulau Tirang. Pemuda itu bernama Ki
Pandan Arang. Kedatangannya bertujuan untuk mengislamkan masyarakat di daerah
tersebut yang masih beragama Hindu dan Budha serta memajukan perekonomian
melalui Pelabuhan Bergota dan Pemukiman China di sekitar Simongan, Gunung Batu.
Mungkin kita juga dapat membayangkan dari riwayat sejarah ini bahwa dulu belum ada istilah yang namanya kota atas dan kota bawah. Karena faktanya memang belum ada daratan di daerah yang disebut kota bawah sekarang ini. Daerah daratan di kota bawah muncul akibat terjadinya pendangkalan dan endapan lumpur hingga timbullah suatu daratan baru. Pendangkalan ini memperluas wilayah Semarang hingga ke daerah Bubakan. Pertama kali Semarang dibangun tatanan dasar sebuah kota dengan pemerintahan yang teratur adalah oleh Ki Ageng Pandan Arang di daerah Bubakan (di daerah dekat Pasar Johar dan Kota Lama sekarang).
Hingga kini garis
pantai baru di sekitar daerah Sleko bersebelahan dengan Kali Semarang. Waktu
itu keberadaan alur sungai Kali Semarang sangat penting karena merupakan alur
transportasi dari daerah pantai ke pedalaman, perahu-perahu kecil hilir mudik
menyusuri Kali Semarang dari pantai hingga ke Pelabuhan Mugas, Simongan, Gunung
Batu.[3]
Dari uraian di atas
maka tidaklah salah jika hingga saat ini pun kita masih akan sering dan bisa
dipastikan bakal menemukan genangan air akibat rob di wilayah utara Semarang
seperti Kaligawe, Kota Lama, Area Pelabuhan Tanjung Mas, dan wilayah
sekitarnya. Faktor historis wilayah Kota Bawah yag berasal dari pengendapan dan
pendangkalan wilayah laut tersebut tentu saja memberi pengaruh yang signifikan.
Perlu dipahami juga bahwa, sebenarnya yang sering banjir di Semarang bukanlah
pada sungai, melainkan rob atau air pasang dari laut. Semarang yang terletak di
bawah permukaan laut menjadi banjir saat air pasang (rob) dan saat air hujan
tidak tertampung di laut. Namun jika dikaji lagi lebih dalam faktor penyebab
rob ini sangatlah bervariasi dan kompleks, dan semuanya hampir bersumber pada
perilaku manusia yang kurang bijak memanfaatkan alam. Yakni kolaborasi
perubahan iklim, penurunan tanah, dan kerusakan lingkungan.
Melihat
semua kecenderungan ini maka pantaslah jika memasukkan persoalan banjir dan rob
di Kota Semarang ini sebagai salah satu agenda khusus di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Kota Semarang. Dampak dari kegiatan pengendalian
banjir terhadap komponen lingkungan perlu perlu mendapat penanganan tuntas,
sementara itu komponen lingkungan bukan terbatas pada lingkungan fisik semata,
tetapi juga merupakan gabungan faktor-faktor fisik, sosial, dan
budaya/kepribadian yang mempengaruhi masyarakat di lingkungan tersebut.[4]
Tabel
I: Kondisi Sungai Berdasar Survei
Sumber: Sangkawati & Pranoto,2002
No
|
Kondisi
|
Tahun
(1960-1970)
|
Sekarang
|
||
Jenis jawaban
|
%
|
Jenis jawaban
|
%
|
||
1
|
Sungai
|
Sempit, dangkal, lurus
|
28,6
|
Sisi sungai sudah ditembok
|
25
|
2
|
Sungai ketika hujan
|
Pernah banjir
|
43,2
|
Sering banjir
|
41
|
3
|
Banjir di lingkungan tinggal
|
Pernah banjir
|
34
|
Sering banjir
|
41
|
4
|
Penyebab banjir
|
Kiriman dari daerah ''atas"
|
33,4
|
Rob/air laut&luapan sungai &
dari daerah atas
|
37
|
Koalisi Perumusan
Kebijakan
Kegiatan konservasi air
(baik dalam kuantitas maupun kualitas) dan juga pengendalian banjir dapat
menimbulkan masalah baru yang kelak harus dibayar dengan mahal bila tidak
direncanakan secara menyeluruh. Perencanaan menyeluruh meliputi teknik,
ekonomi, kelembagaan dan tentunya lingkungan baik lingkungan fisik, biologi,
maupun sosial budaya.[5]
Perumusan kebijakan
penanggulangan banjir dan rob di Kota Semarang merupakan suatu subsistem
kebijakan yang sejak perumusan hingga imlementasinya membentuk suatu policy networks atau jejaring kebijakan
dari aktor-aktor, linkages diantara
aktor-aktor dan boundary. Perumusan
kebijakan penanggulangan banjir dan rob kota Semarang sebagai subsistem
kebijakan membentuk jejaring kebijakan dan di dalamnya terdapat aktor, hubungan
diantara aktor serta sistem nilai yang bersumber dari sistem kepercayan yang
dimiliki para aktor. [6]
Tabel
2: Kerugian Materi Akibat Banjir
Gambar 2: Peta
Terdampak Banjir dan Rob
Sumber: http://www.pu.go.id
Secara teori,
terdapat beberapa model kemitraan yang diterapkan yaitu:
1.Partisipasi Sektor Swasta (Private Sector Participation)
2.Kemitaraan Pemerintah dengan
Swasta (Public-Private Partnership)
3.Kemitraan
Pemerintah, Swasta dan Masyarakat (Public, Private and Community
Partnership)
Mengacu
pada ketiga teori di atas maka teori pada poin terakhirlah yang saat ini telah
diimplementasikan dalam perumusan kebijakan yang berbentuk jejaring kebijakan. Definisi
konsepnya, mitra Swasta dan masyarakat membiayai, membangun, dan mengelola
prasarana dan sarana, sedangkan Pemerintah tetap sebagai pemilik aset serta
pengatur dan pengendali pelaksanaan kerjasamana. Termasuk keterlibatan ketiga
pihak tersebut dalam perumusan kebijakan strategis dalam penanggulangan masalah
banjir dan rob.
Kemitraan
di antara sektor publik dan privat atau public
private partnership (PPP) saat ini teah menjdai standar acuan konsep dalam
lingkungan pemerintahan lokal. Belum ada kesepakatan dari para ahli bahwa PPP
merupakan jawaban terhadap masalah-masalah pembangunan yang dihadapi negara dan
pemerintah lokal saat ini. Namun secara umum mereka sepakat bahwa PPP merupakan
pendekatan yang penting dalam mendesain dn melaksanakan strategi pembangunan.[7]
Perumusan
kebijakan ini pada tahap perumusan alternatif menghasilkan beberapa alternatif masterplan drainase yaitu masterplan drainase dari Tim Subsistem,
DPU Kota Semarang, Dinas Kimtaru Provinsi Jawa Tengah, Kedungsepur dan Bappeda
Kota Semarang. Desakan penanganan banjir dan rob ini juga
telah menjadi agenda warga di lapisan bawah mulai dari level RT/RW yang telah
menuangkan pemikiran mereka bagi perkembangan daerah masing-masing melalui
hasil Musyawarah Rencana Pembangunan Kelurahan. Hal tersebut tentu saja menjadi
bahan kajian yang kemudian dituangkan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan kecamatan
hingga Kota. Yang kemudian usulan penanganan banjir dan rob ini menjadi draft
RPJP Kota Semarang 2005-2025.[8] RPJP kota Semarang telah ditindaklanjuti
dalam Penyusunan Rencana pembangunan Jangka Menengah dengan melegitimasinya
dalam bentuk Perda Nomor 4 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah kota Semarang Tahun 2005-2010.
Gambar 3:
Peta Daerah Yang Rawan Terkena
Banjir
Sumber:
http://bagus-nuari.blogspot.com
Mekanisme perumusan
kebijakan di kota Semarang sebagaimana tertuang dalam RPJPD dan RPJMD Kota
Semarang adalah model Struktur bottom up
dari masyarakat, RT/RW, Musrenbangkel, Musrenbangcam, Musrenbangkot kemudian
menjadi bahan rancangan bagi Bappeda dan instansi pemerintah kota secara
keseluruhan.
Agenda Kebijakan
Kegiatan yang
dilaksanakan sebelum banjir terjadi disebut kegiatan pengendalian banjir,
sedangkan kegiatan yang dilakukan selama banjir berlangsung dan segera sesudah
banjir berlalu disebut kegiatan penanggulangan banjir.[9]
Pengendalian banjir
pada suatu daerah adalah unik. Hal ini dikarenakan sistem pengendalian banjir
suatu daerah belum tentu atau tidak dapat diterapkan pada daerah lain.
Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk pengendalian banjir antara lain:
1. Pengurangan
puncak banjir, yang ada pada umumnya dengan membuat reservoir (waduk)
2. Lokalisir
aliran banjir di dalam alur sungai yang ditetapkan dengan tanggul, tembok
banjir atau saluran tertutup
3. Penurunan
permukaan puncak banjir dengan menaikkan besarnya kecepatan air, yaitu dengan
perbaikan alur
4. Pengalihan
air banjir melalui sudetan atau saluran banjir (floodway) ke dalam alur sungai atau bahkan ke daerah aliran sungai
lain
5. Pengurangan
limpasan banjir dengan pengolajhan lahan
6. Pengolahan
daratan banjir
Melihat dari permasalahan yang
terjadi, maka pengendalian banjir di daerah pantai yang sering dilakukan adalah
dengan:[10]
- Membuat aliran air pada saluran atau sungai yang lebih lancar pada waktu permukaan air surut
- Mencegah aliran balik air laut melalui saluran atau sungai pada waktu permukaan air laut pasang.
Hal ini dapat
dilakukan dengan mengurangi akses ke laut secara langsung dengan kata lain
lewat mengurangi jumlah muara saluran-saluran drainase atau sungai-sungai kecil.
Kini, penanganan banjir dan rob di Semarang
memasuki babak baru. Bisa dikatakan baru karena penanganan dilakukan secara
serentak, dari hulu ke hilir. Sebut beberapa upayanya yakni, normalisasi Banjir
Kanal Barat, pembangunan Waduk Jatibarang, dan pembuatan Perda Drainase.[11]
Normalisasi
Banjir Kanal Barat dan Pembangunan Waduk Jatibarang termasuk Proyek Pengelolaan
Terpadu Sumber Daya Air serta Penanggulangan Banjir di Semarang. Selain dua
kegiatan itu, proyek yang didanai pinjaman dari Jepang tersebut juga menyebut
satu proyek lain yakni perbaikan drainase. Normalisasi Banjir Kanal Barat
dijadwalkan selesai tahun 2012 ini. Sementara, pembangunan Waduk
Jatibarang telah berjalan sekitar 40 persen. Tahun depan, waduk yang membendung
Sungai Kreo sudah digenangi. Dua proyek itu bakal mengubah wajah Kota
Semarang.
Pemkot
Semarang saat ini juga menyiapkan Raperda Drainase. Aturan tersebut penting untuk
menjadi payung hukum terhadap upaya penanganan banjir dan rob. Jika raperda itu
ditetapkan, kemungkinan besar Semarang menjadi kota pertama di Indonesia yang
memilikinya.
Perumusan masterplan drainase sebagai alternatif penanggulangan banjir dan
rob Kota Semarang selanjutnya dirumuskan sebagai alternatif kebijakan.
Perumusan alternatif penyusunan masterplan drainase bagi kebijakan
penanggulangan banir dan rob diajukan oleh beberpa pihak yaitu Tim Subsistem,
DPUK dengan bantuan luar negeri dan DPUK dengan dana APBD, Dinas Kimtaru
Provinsi Jawa Tengah dan Kedungsepur. Subsistem-subsistem ini merumuskan tujuh masterplan drainase, sebagai berikut:[12]
- Masterplan drainase Tim Subsitem disusun tahun 1990 sebagai dasar penyusuanan 2006: merumuskan kondisi drainase Kota Semarang yang telah ada akan tetapi perlu perbaikan pada: a) Kondisi saluran atau drainase dan gorong-gorong; b) kondis pompa dan polder; c) kondisi pintu air; d) rincian anggaran yang dibutuhkan untuk memprbaiki saluran, pompa, polder, dan pintu air.
- Masterplan drainase JICA yang disusun tahun 1993 dan dilanjutkan kembali tahun 2000, untuk pembangunan Waduk Jatibarang dengan optimalisasi Kali Semarang tahun 2007,
- Masterplan drainase waterboard Belanda untuk penyususnan polder longstorage Kali Banger tahun 2007,
- Masterplan Dinas Kimtaru Provinsi Jawa Tengah: terutama fokus areanya pada drainase Bandara Ahmad Yani Semarang tahun 2006,
- Masterplan drainase SUDMP tahun 2007 yang membagi drainase daerah hulu dan hilir,
- Masterplan drainase Kota Semarang berfokus di kawasan Drainase Seemarang Timur yang disusun pada tahun 2006 dengan penyususnan DED Kali Tenggang,
- Masterplan Drainase Kedungsepur yang disusun tahun 2006 berfokus pada daerah-daerah perbatasan yang rawan banjir dan rob, terdiri dari:a) Pengendalian kerusakan pantai dan laut;b) konservasi daerah resapan air;c) pengendalian penurunan kualitas air;d) peningkatan air bersih;e) pengendalian banjir dan sedimentasi; f) pengendalian pengambilan air bawah tanah.
Kebijakan yang akhirnya
terumuskan dan tertuang dalam RPJMD Kota Semarang 2005-2010 berisi:
- Kebijakan: Pencegahan banjir dan penanggulangan rob dengan pembangunan sistem drainase wilayah dan kawasan yang diaktualisasikan dalam program sub fungsi jaringan drainase, berupa:
- Program pembangunan/peningkatan saluran dan sungai berupa:1)Pembentukan organisasi dan pengelolaan (O&P) drainase dan sungai,2)O&P pompa banjir,3)Peningkatan dan perbaikan pompa banjir
- rogram pengaturan debit limpasan air hujan, dengan kegiatan-kegiatan peleksanaan berupa:1)Penghijauan dan pembuatan sumur resapan,2)Pengendalian perijinan dan ketentuan,
- Program penanggulangan rob, dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan:1)Pembangunan stasiun pompa, 2)O&P Pantai.
*Policy Brief ditulis Oleh @RidwanAb, Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Referensi:
Harsastro,Priyatno.(2012).Desentralisasi dan Kerjasama Pemerintah-
Swasta.Semarang:Forum, Majalah Pengembangan Ilmu Sosial.
J.Kodoatie,Robert
& kawan-kawan(eds),2002,Pengelolaan
Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah, hal.3.Yogyakarta:Andi
Suwitri,Sri,2008,Jejaring Kebijakan Dalam Perumusan Kebijakan
Publik-Suatu Kajian Tentang Perumausan Kebijakan Penangggulangan Banjir dan Rob
Pemerintah Kota Semarang,hal.55,Semarang:Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
[1]Berita
selengkapnya dapat di baca di: http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/04/179142/Pembenahan-Dilakukan-dari-Hulu-hingga-Hilir
[2]Suwitri,Sri,2008,Jejaring Kebijakan Dalam Perumusan Kebijakan
Publik-Suatu Kajian Tentang Perumausan Kebijakan Penangggulangan Banjir dan Rob
Pemerintah Kota Semarang,hal.55,Semarang:Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
[3] Ibid
[4]
J.Kodoatie,Robert & kawan-kawan(eds),2002,Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah,
hal.3.Yogyakarta:Andi
[5] Ibid
[6] Op. Cit., lih (2)
[7] Dalam artikel: Harsastro,Priyatno.(2012).Desentralisasi dan Kerjasama Pemerintah-
Swasta.Semarang:Forum, Majalah Pengembangan Ilmu Sosial.
[8] Op. Cit., lih (2)
[9]Op. Cit., lih (4)
[10] Ibid
[11] Berita
selengkapnya dapat di baca di: http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/04/179142/Pembenahan-Dilakukan-dari-Hulu-hingga-Hilir
[12] Op. Cit., lih (2)
Boleh share softfilenya kakak ?
ReplyDeleteemail : gyta7x@gmail.com