Saturday 16 June 2012

Policy Brief



Perumusan Kebijakan Publik dalam Pengendalian dan Penanggulangan Banjir dan Rob di Kota Semarang





Persoalan banjir dan  rob (genangan air yang berasal dari laut) merupakan permasalahan yang serius di Kota Semarang. Bahkan fakta berbicara bahwa masalah banjir ini secara ironis malah menjadi semacam branding yang cenderung negatif bagi Semarang. Jika terlintas dalam pikiran kita, setiap kota niscaya punya julukan/sebutan masing-masing dengan background dan kepentingan yang berbeda pula. Misalnya, terdapat julukan Kota Megapolitan maka Jakarta adalah jawabannya, lalu Bandung dengan sebutan Kota Kembang, Surabaya dengan sebutan Kota Pahlawan, Yogyakarta dengan Kota Budaya, sedangkan Semarang? Ya, Kota Banjir. Hal ini semakin dikuatkan dengan lagu khas Jawa Tengah yang dibawakan oleh maestro keroncong Waljinah, yaitu “Jangkrik Genggong” yang di awal lirik lagunya terdapat kalimat “Semarang kaline banjir...”. Maka tidaklah salah jika agenda kebijakan Pemerintah Kota Semarang menempatkan penanggulangan dan upaya menghadapi banjir dan rob ini dalam salah satu fokus perumusan kebijakan kota. Pemerintah Kota bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap perumusan dan implementasi kebijakan ini, tapi peran aktif masyarakat, swasta, LSM, maupun pihak lain yang peduli dapat menjadi kolaborasi kuat yang positif demi kepentingan bersama.



Permasalahan Banjir dan Rob di Kota Semarang
Rob dan banjir seolah tak pernah lepas dari identitas Kota Semarang. Konon, kota yang memiliki topografi perbukitan dan dataran rendah pada jarak yang relatif dekat itu telah mengalaminya sejak satu abad yang lalu. Berbagai cara untuk mengatasinya pun ditempuh. Kini upaya itu memasuki babak baru dengan pembenahan dari hulu hingga hilir. [1]

Upaya menangani rob dan banjir terus dilakukan sejak dulu. Pada tahun 1858 dan 1901 misalnya, dua kanal besar di sisi timur dan barat kota dibangun lewat heren diensten (kerja wajib) bagi kaum pribumi saat itu. Sejak itu, Semarang memiliki sungai yang dikenal sekarang sebagai Banjir Kanal Timur dan Barat.

Jika ditilik dari sejarah Kota Semarang, menurut seorang geolog Belanda terkenal Prof.Dr.Ir.R.W.Van Bemmelen, lebih kurang 500 tahun yang lalu keadaan Kota Semarang Jauh berbeda dari sekarang. Dikala itu garis pantai masih jauh menjorok ke dalam hingga ke bukit-bukit Gajahmungkur, Bukit Mugas, Mrican, Gunung Sawo Simongan dan bukit-bukit lain sekitarnya.[2]

Pada saat itulah hijrah Pangeran Made Pandan dan puteranya Raden Pandan Aran dari Kesultanan Demak menuju ke suatu tempat bernama Pulau Tirang.  Seperti yang ditulis oleh Amen Budiman dalam Buku “Semarang Riwayatmu Dulu”, lahirnya Kota Semarang diawali pada tahun 1398 Tahun Saka atau 1476 yaitu diawali dengan kedatangan seorang pemuda di daerah Mugas Bergota ( saat ini di Mugas Bergota berdiri rumah sakit terbesar di Jawa Tengah yaitu Rumah Sakit Umum Dr. Karyadi) yang di kala itu masih merupakan jazirah Pulau Tirang. Pemuda itu bernama Ki Pandan Arang. Kedatangannya bertujuan untuk mengislamkan masyarakat di daerah tersebut yang masih beragama Hindu dan Budha serta memajukan perekonomian melalui Pelabuhan Bergota dan Pemukiman China di sekitar Simongan, Gunung Batu.

Mungkin kita juga dapat membayangkan dari riwayat sejarah ini bahwa dulu belum ada istilah yang namanya kota atas dan kota bawah. Karena faktanya memang belum ada daratan di daerah yang disebut kota bawah sekarang ini. Daerah daratan di kota bawah muncul akibat terjadinya pendangkalan dan endapan lumpur hingga timbullah suatu daratan baru. Pendangkalan ini memperluas wilayah Semarang hingga ke daerah Bubakan. Pertama kali Semarang dibangun tatanan dasar sebuah kota dengan pemerintahan yang teratur adalah oleh Ki Ageng Pandan Arang di daerah Bubakan (di daerah dekat Pasar Johar dan Kota Lama sekarang).


Hingga kini garis pantai baru di sekitar daerah Sleko bersebelahan dengan Kali Semarang. Waktu itu keberadaan alur sungai Kali Semarang sangat penting karena merupakan alur transportasi dari daerah pantai ke pedalaman, perahu-perahu kecil hilir mudik menyusuri Kali Semarang dari pantai hingga ke Pelabuhan Mugas, Simongan, Gunung Batu.[3]

Dari uraian di atas maka tidaklah salah jika hingga saat ini pun kita masih akan sering dan bisa dipastikan bakal menemukan genangan air akibat rob di wilayah utara Semarang seperti Kaligawe, Kota Lama, Area Pelabuhan Tanjung Mas, dan wilayah sekitarnya. Faktor historis wilayah Kota Bawah yag berasal dari pengendapan dan pendangkalan wilayah laut tersebut tentu saja memberi pengaruh yang signifikan. Perlu dipahami juga bahwa, sebenarnya yang sering banjir di Semarang bukanlah pada sungai, melainkan rob atau air pasang dari laut. Semarang yang terletak di bawah permukaan laut menjadi banjir saat air pasang (rob) dan saat air hujan tidak tertampung di laut. Namun jika dikaji lagi lebih dalam faktor penyebab rob ini sangatlah bervariasi dan kompleks, dan semuanya hampir bersumber pada perilaku manusia yang kurang bijak memanfaatkan alam. Yakni kolaborasi perubahan iklim, penurunan tanah, dan kerusakan lingkungan.
                 
  Melihat semua kecenderungan ini maka pantaslah jika memasukkan persoalan banjir dan rob di Kota Semarang ini sebagai salah satu agenda khusus di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Semarang. Dampak dari kegiatan pengendalian banjir terhadap komponen lingkungan perlu perlu mendapat penanganan tuntas, sementara itu komponen lingkungan bukan terbatas pada lingkungan fisik semata, tetapi juga merupakan gabungan faktor-faktor fisik, sosial, dan budaya/kepribadian yang mempengaruhi masyarakat di lingkungan tersebut.[4]


                          Tabel I: Kondisi Sungai Berdasar Survei
                             Sumber: Sangkawati & Pranoto,2002
No
Kondisi
Tahun (1960-1970)
Sekarang
Jenis jawaban
%
Jenis jawaban
%
1
Sungai
Sempit, dangkal, lurus
28,6
Sisi sungai sudah ditembok
25
2
Sungai ketika hujan
Pernah banjir
43,2
Sering banjir
41
3
Banjir di lingkungan tinggal
Pernah banjir
34
Sering banjir
41
4
Penyebab banjir
Kiriman dari daerah ''atas"
33,4
Rob/air laut&luapan sungai & dari daerah atas
37
Koalisi Perumusan Kebijakan
Kegiatan konservasi air (baik dalam kuantitas maupun kualitas) dan juga pengendalian banjir dapat menimbulkan masalah baru yang kelak harus dibayar dengan mahal bila tidak direncanakan secara menyeluruh. Perencanaan menyeluruh meliputi teknik, ekonomi, kelembagaan dan tentunya lingkungan baik lingkungan fisik, biologi, maupun sosial budaya.[5]
Perumusan kebijakan penanggulangan banjir dan rob di Kota Semarang merupakan suatu subsistem kebijakan yang sejak perumusan hingga imlementasinya membentuk suatu policy networks atau jejaring kebijakan dari aktor-aktor, linkages diantara aktor-aktor dan boundary. Perumusan kebijakan penanggulangan banjir dan rob kota Semarang sebagai subsistem kebijakan membentuk jejaring kebijakan dan di dalamnya terdapat aktor, hubungan diantara aktor serta sistem nilai yang bersumber dari sistem kepercayan yang dimiliki para aktor. [6]


Tabel 2: Kerugian Materi Akibat Banjir



Gambar 2: Peta Terdampak Banjir dan Rob 


Secara teori, terdapat beberapa model kemitraan yang diterapkan yaitu:
1.Partisipasi Sektor Swasta (Private Sector Participation)
2.Kemitaraan Pemerintah dengan Swasta (Public-Private Partnership)
3.Kemitraan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat (Public, Private and Community Partnership)

Mengacu pada ketiga teori di atas maka teori pada poin terakhirlah yang saat ini telah diimplementasikan dalam perumusan kebijakan yang berbentuk jejaring kebijakan. Definisi konsepnya, mitra Swasta dan masyarakat membiayai, membangun, dan mengelola prasarana dan sarana, sedangkan Pemerintah tetap sebagai pemilik aset serta pengatur dan pengendali pelaksanaan kerjasamana. Termasuk keterlibatan ketiga pihak tersebut dalam perumusan kebijakan strategis dalam penanggulangan masalah banjir dan rob.

Kemitraan di antara sektor publik dan privat atau public private partnership (PPP) saat ini teah menjdai standar acuan konsep dalam lingkungan pemerintahan lokal. Belum ada kesepakatan dari para ahli bahwa PPP merupakan jawaban terhadap masalah-masalah pembangunan yang dihadapi negara dan pemerintah lokal saat ini. Namun secara umum mereka sepakat bahwa PPP merupakan pendekatan yang penting dalam mendesain dn melaksanakan strategi pembangunan.[7]

Perumusan kebijakan ini pada tahap perumusan alternatif menghasilkan beberapa alternatif masterplan drainase yaitu masterplan drainase dari Tim Subsistem, DPU Kota Semarang, Dinas Kimtaru Provinsi Jawa Tengah, Kedungsepur dan Bappeda Kota Semarang. Desakan penanganan banjir dan rob ini juga telah menjadi agenda warga di lapisan bawah mulai dari level RT/RW yang telah menuangkan pemikiran mereka bagi perkembangan daerah masing-masing melalui hasil Musyawarah Rencana Pembangunan Kelurahan. Hal tersebut tentu saja menjadi bahan kajian yang kemudian dituangkan dalam  Musyawarah Rencana Pembangunan kecamatan hingga Kota. Yang kemudian usulan penanganan banjir dan rob ini menjadi draft RPJP Kota Semarang 2005-2025.[8] RPJP kota Semarang telah ditindaklanjuti dalam Penyusunan Rencana pembangunan Jangka Menengah dengan melegitimasinya dalam bentuk Perda Nomor 4 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah kota Semarang Tahun 2005-2010. 

Gambar 3:
Peta Daerah Yang Rawan Terkena Banjir

Sumber: http://bagus-nuari.blogspot.com
  
Mekanisme perumusan kebijakan di kota Semarang sebagaimana tertuang dalam RPJPD dan RPJMD Kota Semarang adalah model Struktur bottom up dari masyarakat, RT/RW, Musrenbangkel, Musrenbangcam, Musrenbangkot kemudian menjadi bahan rancangan bagi Bappeda dan instansi pemerintah kota secara keseluruhan. 

Agenda Kebijakan
Kegiatan yang dilaksanakan sebelum banjir terjadi disebut kegiatan pengendalian banjir, sedangkan kegiatan yang dilakukan selama banjir berlangsung dan segera sesudah banjir berlalu disebut kegiatan penanggulangan banjir.[9]

Pengendalian banjir pada suatu daerah adalah unik. Hal ini dikarenakan sistem pengendalian banjir suatu daerah belum tentu atau tidak dapat diterapkan pada daerah lain. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk pengendalian banjir antara lain:
1. Pengurangan puncak banjir, yang ada pada umumnya dengan membuat reservoir (waduk)
2. Lokalisir aliran banjir di dalam alur sungai yang ditetapkan dengan tanggul, tembok banjir atau saluran tertutup
3. Penurunan permukaan puncak banjir dengan menaikkan besarnya kecepatan air, yaitu dengan perbaikan alur
4.  Pengalihan air banjir melalui sudetan atau saluran banjir (floodway) ke dalam alur sungai atau bahkan ke daerah aliran sungai lain
5.  Pengurangan limpasan banjir dengan pengolajhan lahan
6.  Pengolahan daratan banjir

                Melihat dari permasalahan yang terjadi, maka pengendalian banjir di daerah pantai yang sering dilakukan adalah dengan:[10]
  1. Membuat aliran air pada saluran atau sungai yang lebih lancar pada waktu permukaan air surut
  2. Mencegah aliran balik air laut melalui saluran atau sungai pada waktu permukaan air laut pasang.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi akses ke laut secara langsung dengan kata lain lewat mengurangi jumlah muara saluran-saluran drainase atau sungai-sungai kecil.

   Kini, penanganan banjir dan rob di Semarang memasuki babak baru. Bisa dikatakan baru karena penanganan dilakukan secara serentak, dari hulu ke hilir. Sebut beberapa upayanya yakni, normalisasi Banjir Kanal Barat, pembangunan Waduk Jatibarang, dan pembuatan Perda Drainase.[11]

Normalisasi Banjir Kanal Barat dan Pembangunan Waduk Jatibarang termasuk Proyek Pe­ngelolaan Terpadu Sumber Daya Air serta Penanggulangan Banjir di Semarang. Selain dua kegiatan itu, proyek yang didanai pinjaman dari Jepang tersebut juga menyebut satu proyek lain yakni perbaikan drainase. Normalisasi Banjir Kanal Barat dijadwalkan selesai tahun 2012 ini.  Sementara, pembangunan Waduk Jatibarang telah berjalan sekitar 40 persen. Tahun depan, waduk yang membendung Su­ngai Kreo sudah digenangi. Dua proyek itu bakal mengubah wajah Kota Semarang.

Pemkot Semarang saat ini juga menyiapkan Raperda Drainase. Aturan tersebut penting untuk menjadi payung hukum terhadap upaya penanganan banjir dan rob. Jika raperda itu ditetapkan, kemungkinan besar Semarang menjadi kota pertama di Indonesia yang memilikinya.

                Perumusan masterplan drainase sebagai alternatif penanggulangan banjir dan rob Kota Semarang selanjutnya dirumuskan sebagai alternatif kebijakan. Perumusan alternatif penyusunan masterplan drainase bagi kebijakan penanggulangan banir dan rob diajukan oleh beberpa pihak yaitu Tim Subsistem, DPUK dengan bantuan luar negeri dan DPUK dengan dana APBD, Dinas Kimtaru Provinsi Jawa Tengah dan Kedungsepur. Subsistem-subsistem ini merumuskan tujuh masterplan drainase, sebagai berikut:[12]
  1. Masterplan drainase Tim Subsitem disusun tahun 1990 sebagai dasar penyusuanan 2006: merumuskan kondisi drainase Kota Semarang yang telah ada akan tetapi perlu perbaikan pada: a) Kondisi saluran atau drainase dan  gorong-gorong; b) kondis pompa dan polder; c) kondisi pintu air; d) rincian anggaran yang dibutuhkan untuk memprbaiki saluran, pompa, polder, dan pintu air.
  2. Masterplan drainase JICA yang disusun tahun 1993 dan dilanjutkan kembali tahun 2000, untuk pembangunan Waduk Jatibarang dengan optimalisasi Kali Semarang tahun 2007,
  3. Masterplan drainase waterboard Belanda untuk penyususnan polder longstorage Kali Banger tahun 2007,
  4. Masterplan Dinas Kimtaru Provinsi Jawa Tengah: terutama fokus areanya pada drainase Bandara Ahmad Yani Semarang tahun 2006,
  5. Masterplan drainase SUDMP tahun 2007 yang membagi drainase daerah hulu dan hilir,
  6. Masterplan drainase Kota Semarang berfokus di kawasan Drainase Seemarang Timur yang disusun pada tahun 2006 dengan penyususnan DED Kali Tenggang,
  7. Masterplan Drainase Kedungsepur yang disusun tahun 2006 berfokus pada daerah-daerah perbatasan yang rawan banjir dan rob, terdiri dari:a) Pengendalian kerusakan pantai dan laut;b) konservasi daerah resapan air;c) pengendalian penurunan kualitas air;d) peningkatan air bersih;e) pengendalian banjir dan sedimentasi; f) pengendalian pengambilan air bawah tanah.
                Kebijakan yang akhirnya terumuskan dan tertuang dalam RPJMD Kota Semarang 2005-2010 berisi:
  •   Kebijakan: Pencegahan banjir dan penanggulangan rob dengan pembangunan sistem drainase wilayah dan kawasan yang diaktualisasikan dalam program sub fungsi jaringan drainase, berupa:
  1. Program pembangunan/peningkatan saluran dan sungai berupa:1)Pembentukan organisasi dan pengelolaan (O&P) drainase dan sungai,2)O&P pompa banjir,3)Peningkatan dan perbaikan pompa banjir
  2. rogram pengaturan debit limpasan air hujan, dengan kegiatan-kegiatan peleksanaan berupa:1)Penghijauan dan pembuatan sumur resapan,2)Pengendalian perijinan dan ketentuan,
  3. Program penanggulangan rob, dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan:1)Pembangunan stasiun pompa, 2)O&P Pantai. 


*Policy Brief ditulis Oleh @RidwanAb, Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Referensi:
Harsastro,Priyatno.(2012).Desentralisasi dan Kerjasama Pemerintah- Swasta.Semarang:Forum, Majalah Pengembangan Ilmu Sosial.

J.Kodoatie,Robert & kawan-kawan(eds),2002,Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah, hal.3.Yogyakarta:Andi

Suwitri,Sri,2008,Jejaring Kebijakan Dalam Perumusan Kebijakan Publik-Suatu Kajian Tentang Perumausan Kebijakan Penangggulangan Banjir dan Rob Pemerintah Kota Semarang,hal.55,Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/04/179142/Pembenahan-Dilakukan-dari-Hulu-hingga-Hilir

 


[2]Suwitri,Sri,2008,Jejaring Kebijakan Dalam Perumusan Kebijakan Publik-Suatu Kajian Tentang Perumausan Kebijakan Penangggulangan Banjir dan Rob Pemerintah Kota Semarang,hal.55,Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro
[3] Ibid
[4] J.Kodoatie,Robert & kawan-kawan(eds),2002,Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah, hal.3.Yogyakarta:Andi
[5] Ibid
[6] Op. Cit., lih (2)
[7] Dalam artikel: Harsastro,Priyatno.(2012).Desentralisasi dan Kerjasama Pemerintah- Swasta.Semarang:Forum, Majalah Pengembangan Ilmu Sosial.
[8] Op. Cit., lih (2)
[9]Op. Cit., lih (4)
[10] Ibid
[12] Op. Cit., lih (2)

1 comment:

  1. Boleh share softfilenya kakak ?
    email : gyta7x@gmail.com

    ReplyDelete