Take off |
Saya adalah warga asli Sukoharjo,
cukup dekat dengan Wonogiri. Wonogiri sendiri kurang lebih satu jam perjalanan
darat dari Solo, ke arah selatan. Sebelum tiba di perbatasan Wonogiri ada satu
kota yang harus dilewati yaitu Sukoharjo. Jadi kalau ditarik garis lurus dari arah
selatan menjadi Wonogiri, Sukoharjo, Solo.
Dua setengah jam lagi ke arah utara
bakal ketemu lagi dengan Semarang Ibukota Jawa Tengah. Kalu mau ambil simulasi
tarik garis lurus lagi dari arah sebaliknya maka hasilnya jadi Semarang,
Ungaran, Salatiga, Boyolali, Solo, Sukoharjo, Wonogiri. Cukup jelas ya? Semoga.
Sayangnya saya tidak akan berbicara tentang Wonogiri, Sukoharjo, Solo, Boyolali,
Salatiga, apalagi Semarang. Tapi ini semua tentang Majalengka.
Banyak yang bisa saya ceritakan
tentang Majalengka. Pekerjaanlah yang menuntun saya hingga tiba disini. Mungkin
memang sudah rejekinya, belum jodohnya.
Keceriaan pertama yang akan saya
ceritakan adalah tentang paralayang, dan sedikit tentang gantole. Paralayang
kebetulan pernah saya coba, sedangkan gantole belum ada kesempatannya. Tapi
bisa saya ceritakan juga pengalaman dari salah satu rekan yang khusus datang ke
Majalengka untuk mencoba olahraga ini.
View dari Gunung Panten |
Menurut informasi yang saya dapat
dari teman-teman penerbang di sana, sebenarnya ada beberapa tempat di Indonesia
yang memberi kesempatan untuk masyarakat umum (non atlit-non penerbang/pilot)
untuk merasakan pengalaman terbang tandem dengan paralayang maupun gantole.
Tempat-tempat ini dikelola oleh para penerbang yang kebanyakan atlit-atlit
professional dan tergabung dalam klub-klub. Untuk wilayah Jawa Barat misalnya,
selain di Majalengka ada juga di Kawasan Puncak Bogor dan juga Sumedang. Namun
yang rutin selalu terbang setiap minggunya hanya ada di Majalengka. Tepatnya
Gunung Panten, Sidomukti.
Untuk mencapai lokasinya cukup
mudah dan dekat dengan pusat kota. Tinggal pilih mau pakai mobil atau motor.
Untuk bus tidak disarankan, meskipun jalannya mulus -semulus cintaku kepadamu-
namun lebar jalannya tidak memungkinkan untuk dilewati. Apalagi kalau mau pakai
becak ke atas lokasi gunung, dimana mau nambal betis mamang becaknya kalau
kenapa-kenapa di tengah jalan?
Tiba di atas puncak gunung kita
akan disuguhi pemandangan yang memanjakan. Hamparan persawahan, perumahan
penduduk, puncak Gunung Ciremai di kejauhan, lekuk-lekuk perbukitan tetangga
yang bakal jadi menu tambahan. Jangan lupa menu utama kita adalah wisata
paralayang dan gantole.
Suasana lokasi |
Jika kita kesana terutama di hari
libur ataupun hari Minggu, lokasi akan penuh dibanjiri pengunjung. Ehm, tidak
sampai banjir juga sebenarnya hanya saja area take off bakal penuh dengan
orang-orang. Dengan berbagai tujuan.
Ada yang datang sengaja untuk
terbang tandem dengan gantole ataupun paralayang. Sebagian yang lain datang
untuk menikmati pemandangan saja bersama keluarga, sisanya datang bersama teman
hingga pasangannya. Jika anda berpikir untuk datang kesana sendirian saya
sarankan untuk mengurungkan niat anda. Sudah tidur di rumah saja kalau begitu.
Untuk pengalaman, pemandangan, dan keindahan yang dikemas seperti itu anda mau
menikmati semuanya sendirian saja? Egois.
Kalau mau merasakan pengalaman
terbang tandem dengan paralayang maupun gantole sangat bisa dilakukan, meskipun
tidak semua pilot bisa membawa kita terbang ke angkasa. Ada yang pilot yang
datang untuk berlatih rutin saja demi menambah jam terbang, dalam arti
sebenarnya. Pilot yang terlatih untuk melakukan terbang tandem hanya ada
beberapa.
Ono rego ono rupo, begitu kalau orang Jawa bilang. Artinya apa?
Coba tanyakan pada teman yang ada di sebelah tempat duduk anda. Pun kalau dia
orang Jawa. Pun kalau saat ini anda sedang duduk.
Saat terbang di awan |
Untuk mendapatkan pengalaman
sekeren ini kita cukup mengganti biaya sebesar Rp 350.000,- untuk tandem
paralayang, dan Rp 450.000,- untuk tandem gantole. Sesuaikan dengan kemampuan
dan kebutuhan tentunya.
Biaya ini murni untuk pengganti
biaya operasional, untuk alat keselamatan kita, payung (yang harganya tidak
murah) yang membantu kita terbang, skill pilot
yang dilatih dengan terbang ribuan jam, dan para kru yang membantu memastikan
kita mendapatkan pengalaman terbang yang tak terlupakan seumur hidup. Jadi bukan
untuk tujuan komersil kalau menurut salah satu pilot, menurut saya sangat
sepadan.
Bagaimana rasanya ketika mau
terbang? Jantung berdegup kencang, nafas terangah-engah menghirup oksigen lebih
banyak dari biasanya, sampai tangan yang bergerak tak beraturan. Begitu kaki
benar-benar terangkat terbang dan tak menyentuh tanah lagi semua kondisi tadi bakalan
lenyap, tak bersisa. Berganti dengan senyum dan tawa. Serta pastinya mata yang tersiram
Vitamin A dosis tinggi, karena semua yang ada di bawah sangat indah dilihat
dari atas. Alhamdulillah. Nagih. Ga mau Pulang. Maunya diajak terbang. Lagi.
Bismillah dan pasrahkan
(percayakan) saja semua pada pilot. Kita nikmati selebihnya.
Lama terbang sendiri untuk
paralayang ditentukan oleh kondisi angin, arah angin, serta cuaca. Rata-rata
5-15 menit. Jadi disarankan datang pada saat musim kemara seperti sekarang. Karena
pada saat musim hujan selain karena resiko mendung hingga hujan mendadak, juga
anginnya kurang stabil. Arah dan kecepatannya bisa tidak menentu. Kalau selama
di atas kita diajak bermanuver seperti wing
over (digoyang-goyang) oleh pilot itu adalah bonus, yang sangat asyik.
Mau bawa oleh-oleh video atau gambar saat terbang di atas? Jangan khawatir karena kamera go pro telah disediakan oleh para pilot sebagai fasilitas tambahan. Tinggal bawa alat penyimpan datanya saja untuk copy nantinya.
Jadi kalau ada rejeki lebih
(rejeki waktu, kesempatan, dana) saya rekomendasikan teman-teman untuk mencoba.
Setidaknya sekali dalam seumur hidup. Jangan lupa ajak teman, sahabat, gebetan,
pacar, mantan, istri, suami, keluarga atau siapapun yang bersedia anda ajak berbagi
di kala senang dan sedih. Bawa topi baju lengan panjang ataupun tabir surya
kalau anda sangat peduli terhadap pengendalian populasi jumlah pigmen di kulit
anda.
Boleh juga bawa bekal makan
ataupun minum, walaupun seharusnya tidak usah kawatir karena banyak terdapat warung
di sekitar area. Toilet pun tersedia, lahan parkir juga memadai, namun tempat
ibadah belum saya temui. Karena di bawah samping area penerjunan, terdapat masjid
yang cukup dekat.
No comments:
Post a Comment