Saturday 19 November 2022

Berita Negatif Yang Baik: Pengalaman Sembuh dari Covid-19 di Periode Awal Pandemi


Suasana Salat Jumat


Alhamdulillah setelah > 30 hari terkonfirmasi positif Covid-19, hasil tes usap saya tanggal 19 Januari 2021 menyatakan: Negatif. Selama positif, saya melakukan isolasi dimulai dari Wisma Atlet Kemayoran, pindah Hotel (setelah 10 hari di WAK), dan di rumah dengan protokol ketat. 

Saya juga mensyukuri, bahwa tidak ada perburukan selama periode tersebut. 


Awal Gelaja

Awal bergejala dimulai tanggal 13 Desember 2020: bangun pagi mulai demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, badan linu/nyeri di beberapa bagian. Gejalanya mengingatkan dulu waktu saya terkena DB. Kemudian di hari ke-4 makan mulai tidak ada rasanya, tapi masih bisa mencium bau. Waktu masih isolasi WAK, Ibunya Nadya (baca: istri) sempat membelikan saya Bebek Kaleyo yang juara itu. Ternyata rasanya asin doang, padahal kan seharusnya enak banget, hehehe. 

Oke mundur lagi. Di tanggal 14 Desember 2022, saya melakukan tes usap pertama. Hasilnya keluar di tanggal 15 Desember 2022 Jam 10.00 WIB: Positif CT 17,47. Jarak waktu konfirmasi positif dengan keputusan untuk berangkat ke WAK kurang lebih sekitar 9 jam, keputusan diambil cepat mempertimbangkan Nadya dan Ibunya dalam kondisi sehat. Siangnya sekitar Jam 12.00 WIB, saya nekatkan mengantar mereka sendiri ke RS untuk tes usap. Saya nyetir, mereka duduk di kursi belakang dengan jendela mobil terbuka selama perjalanan.

Dugaan kami benar, jam 21.00 WIB di tangga 15 Desember 2022 tersebut hasil tes usap mereka Negatif. Di posisi itu saya lebih tenang duduk antri registrasi di Tower 6 WAK.



Pasca Isolasi di Wisma Atlet Kemayoran

Proses masih belum berhenti setelah menjalani 11 hari isolasi di WAK. Posisi saat "lulus" saya masih kondisi Positif hasil dari tes usap di hari ke-9 isolasi. Dokter mengizinkan saya keluar dengan pertimbangan bahwa saya sudah tidak ada keluhan gejala dan CT sudah >30. Kondisi yang sama juga dialami 30-an alumni wisma lain yang menjalani isolasi selantai dengan saya. Di hari itu hanya ada 8 orang yang pulang dengan kondisi sudah negatif, 26 Desember 2022. 

Pesan yang kami terima sebelum pulang: isolasi lebih lanjut 7 hari di rumah masing-masing dengan tetap memperhatikan prokes. Pakai masker, pisah kamar, (kalau bisa) pisah kamar mandi, dan aturan isolasi mandiri yang umum lainnya. 

Kalau dicermati lebih lanjut, hal tersebut sesuai dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Kemenkes revisi-5 Juli 2020. Bahwa pasien dengan kondisi seperti saya masuk kategori sembuh di hari ke-10 + 3 (gejala ringan) sejak awal gejala. Jadi, sembuh dalam definisi ini belum tentu negatif. Beberapa sumber yang saya baca/tonton hal ini berdasarkan berbagai penelitian sejak awal pandemi bahwa virus tidak lagi infeksius setelah hari ke-10 menginveksi seseorang (lengkapnya bisa googling). 

Antiran Registrasi di Tower 6


Catatan dan Pelajaran

Ada catatan dari pengalaman saya. Selain pesan Dokter di atas saya juga sempat konsultasi ke Dokter via Halodoc dan datang ke RS Universitas Indonesia. Semua pesannya masih sama dengan yang pertama tadi walaupun saya sudah di atas hari ke-20 saat itu. Jadi satu sisi menyatakan aman tapi di sisi lain tetap pakai masker jaga jarak dulu di rumah. Ya sudah saya ikuti saja arahannya. Lagipula hati juga belum tenang interaksi dengan anak istri pakai status masih Positif. 

Oya satu lagi, saya juga tanpa pantauan khusus baik dari Puskesmas (yang tidak responsif ketika dihubungi di awal, mungkin karena kasus sedang tinggi) atau dokter khusus. Saya bener-bener memperkaya diri dengan pengetahuan soal penyakit ini untuk menentukan apa lagi yang harus dilakukan? Selain saling sharing dengan beberapa teman yang kebetulan lagi sama-sama berjuang. 

Berjemur


Beberapa catatan lain:
  1. Teman, saudara, tetangga, atau orang lain yang kita kenal dan tahu kondisi kita biasanya akan mendoakan dan memberikan dukungan. Ini menguatkan. Tak sedikit yang akan mengirimkan berbagai informasi terkait upaya penyembuhan baik itu obat, ramuan tradisional, dll. Saran saya saring dulu dan cek mana yang valid dan mana yang tidak. Mana yang sudah teruji dan mana yang tidak jelas sumbernya. 
  2. Saat ini lebih banyak pilihan dalam mencari lokasi isolasi mandiri , tapi bukan berarti mudah. Persoalannya yang butuh lokasi isolasi juga banyak, beberapa sudah penuh. Sehingga harus bisa mengukur apakah masih bisa dengan isoman di rumah atau di fasilitas yang disediakan pemerintah. Sebelum keluar WAK saya dan Ibunya Nadya sempat telpon belasan hotel di Jakarta yang menurut info menyediakan kamar untuk isolasi, ini juga tidak ada yang tembus dengan berbagai alasan. 
  3. Waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan (jika sampai negatif) untuk masing-masing orang yang terjangkit akan berbeda. Jadi kunci dari menghadapi ujian ini ya sabar dan ikhlas.
  4. Tidak usah ragu untuk melapor ke pimpinan wilayah tempat tinggal, misalnya Ketua RT. Kita wajib memberikan informasi, pun Ketua RT berhak tau kondisi kita. Juga ngabarin tetangga. 
  5. Berpikir tenang, bertindak cepat. Itu yang saya dan ibunya Nadya lakukan di saat saya terkonfirmasi positif.
  6. Kondisi negatif ini hal basic untuk syarat WFO (masuk gedung), selain itu juga saya pengen segera bisa donor plasma yang mensyaratkan sudah ada min 1 x hasil tes negatif setelah terpapar. Lebih tuntas lagi, kalau kata dokter terakhir ya 2 x hasil tes usap negatif. 
Aktivitas Pasien di Pagi Hari

Terakhir, imbauan yang mungkin sudah berulangkali kita dengar diikuti saja: Taati protokol kesehatan, 3M, keluar jika perlu, hindari kerumunan, dll. Karena per Maret 2020 ketika kasus pertama mulai diumumkan Pemerintah, saya dan keluarga termasuk yang sangat-sangat berhati-hati. Sejak keluar gerbang rumah selalu pakai masker, ngantongin hand sanitizer, bawa masker cadangan, bawa alat ibadah sendiri, pulang dari luar sterilisasi dulu di luar rumah, ga mudik waktu lebaran, libur panjang di rumah aja, dll.

Tapi kondisinya sekarang, posisi virus ini terlalu random untuk diketahui ada pada diri siapa, dimana, dengan siapa, semalam berbuat apa.. 

Jadi, hati-hati ya teman-teman. Semoga kita melewati pandemi ini dengan kuat, semua sehat! 



----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tulisan ini saya buat pada Januari 2021, dengan sedikit perbaikan.

Thursday 4 June 2015

Explore Majalengka: #1 Paralayang Gunung Panten


Take off


Saya adalah warga asli Sukoharjo, cukup dekat dengan Wonogiri. Wonogiri sendiri kurang lebih satu jam perjalanan darat dari Solo, ke arah selatan. Sebelum tiba di perbatasan Wonogiri ada satu kota yang harus dilewati yaitu Sukoharjo. Jadi kalau ditarik garis lurus dari arah selatan menjadi Wonogiri, Sukoharjo, Solo.

Dua setengah jam lagi ke arah utara bakal ketemu lagi dengan Semarang Ibukota Jawa Tengah. Kalu mau ambil simulasi tarik garis lurus lagi dari arah sebaliknya maka hasilnya jadi Semarang, Ungaran, Salatiga, Boyolali, Solo, Sukoharjo, Wonogiri. Cukup jelas ya? Semoga. Sayangnya saya tidak akan berbicara tentang Wonogiri, Sukoharjo, Solo, Boyolali, Salatiga, apalagi Semarang. Tapi ini semua tentang Majalengka.

Banyak yang bisa saya ceritakan tentang Majalengka. Pekerjaanlah yang menuntun saya hingga tiba disini. Mungkin memang sudah rejekinya, belum jodohnya.

Keceriaan pertama yang akan saya ceritakan adalah tentang paralayang, dan sedikit tentang gantole. Paralayang kebetulan pernah saya coba, sedangkan gantole belum ada kesempatannya. Tapi bisa saya ceritakan juga pengalaman dari salah satu rekan yang khusus datang ke Majalengka untuk mencoba olahraga ini.
View dari Gunung Panten

Menurut informasi yang saya dapat dari teman-teman penerbang di sana, sebenarnya ada beberapa tempat di Indonesia yang memberi kesempatan untuk masyarakat umum (non atlit-non penerbang/pilot) untuk merasakan pengalaman terbang tandem dengan paralayang maupun gantole. Tempat-tempat ini dikelola oleh para penerbang yang kebanyakan atlit-atlit professional dan tergabung dalam klub-klub. Untuk wilayah Jawa Barat misalnya, selain di Majalengka ada juga di Kawasan Puncak Bogor dan juga Sumedang. Namun yang rutin selalu terbang setiap minggunya hanya ada di Majalengka. Tepatnya Gunung Panten, Sidomukti.

Untuk mencapai lokasinya cukup mudah dan dekat dengan pusat kota. Tinggal pilih mau pakai mobil atau motor. Untuk bus tidak disarankan, meskipun jalannya mulus -semulus cintaku kepadamu- namun lebar jalannya tidak memungkinkan untuk dilewati. Apalagi kalau mau pakai becak ke atas lokasi gunung, dimana mau nambal betis mamang becaknya kalau kenapa-kenapa di tengah jalan?

Tiba di atas puncak gunung kita akan disuguhi pemandangan yang memanjakan. Hamparan persawahan, perumahan penduduk, puncak Gunung Ciremai di kejauhan, lekuk-lekuk perbukitan tetangga yang bakal jadi menu tambahan. Jangan lupa menu utama kita adalah wisata paralayang dan gantole.

Suasana lokasi
Jika kita kesana terutama di hari libur ataupun hari Minggu, lokasi akan penuh dibanjiri pengunjung. Ehm, tidak sampai banjir juga sebenarnya hanya saja area take  off bakal penuh dengan orang-orang. Dengan berbagai tujuan.

Ada yang datang sengaja untuk terbang tandem dengan gantole ataupun paralayang. Sebagian yang lain datang untuk menikmati pemandangan saja bersama keluarga, sisanya datang bersama teman hingga pasangannya. Jika anda berpikir untuk datang kesana sendirian saya sarankan untuk mengurungkan niat anda. Sudah tidur di rumah saja kalau begitu. Untuk pengalaman, pemandangan, dan keindahan yang dikemas seperti itu anda mau menikmati semuanya sendirian saja? Egois.

Kalau mau merasakan pengalaman terbang tandem dengan paralayang maupun gantole sangat bisa dilakukan, meskipun tidak semua pilot bisa membawa kita terbang ke angkasa. Ada yang pilot yang datang untuk berlatih rutin saja demi menambah jam terbang, dalam arti sebenarnya. Pilot yang terlatih untuk melakukan terbang tandem hanya ada beberapa.

Ono rego ono rupo, begitu kalau orang Jawa bilang. Artinya apa? Coba tanyakan pada teman yang ada di sebelah tempat duduk anda. Pun kalau dia orang Jawa. Pun kalau saat ini anda sedang duduk.

Saat terbang di awan

Untuk mendapatkan pengalaman sekeren ini kita cukup mengganti biaya sebesar Rp 350.000,- untuk tandem paralayang, dan Rp 450.000,- untuk tandem gantole. Sesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tentunya.

Biaya ini murni untuk pengganti biaya operasional, untuk alat keselamatan kita, payung (yang harganya tidak murah) yang membantu kita terbang, skill pilot yang dilatih dengan terbang ribuan jam, dan para kru yang membantu memastikan kita mendapatkan pengalaman terbang yang tak terlupakan seumur hidup. Jadi bukan untuk tujuan komersil kalau menurut salah satu pilot, menurut saya sangat sepadan.

Bagaimana rasanya ketika mau terbang? Jantung berdegup kencang, nafas terangah-engah menghirup oksigen lebih banyak dari biasanya, sampai tangan yang bergerak tak beraturan. Begitu kaki benar-benar terangkat terbang dan tak menyentuh tanah lagi semua kondisi tadi bakalan lenyap, tak bersisa. Berganti dengan senyum dan tawa. Serta pastinya mata yang tersiram Vitamin A dosis tinggi, karena semua yang ada di bawah sangat indah dilihat dari atas. Alhamdulillah. Nagih. Ga mau Pulang. Maunya diajak terbang. Lagi.

Bismillah dan pasrahkan (percayakan) saja semua pada pilot. Kita nikmati selebihnya.

Lama terbang sendiri untuk paralayang ditentukan oleh kondisi angin, arah angin, serta cuaca. Rata-rata 5-15 menit. Jadi disarankan datang pada saat musim kemara seperti sekarang. Karena pada saat musim hujan selain karena resiko mendung hingga hujan mendadak, juga anginnya kurang stabil. Arah dan kecepatannya bisa tidak menentu. Kalau selama di atas kita diajak bermanuver seperti wing over (digoyang-goyang) oleh pilot itu adalah bonus, yang sangat asyik.

Mau bawa oleh-oleh video atau gambar saat terbang di atas? Jangan khawatir karena kamera go pro telah disediakan oleh para pilot sebagai fasilitas tambahan. Tinggal bawa alat penyimpan datanya saja untuk copy nantinya.

Jadi kalau ada rejeki lebih (rejeki waktu, kesempatan, dana) saya rekomendasikan teman-teman untuk mencoba. Setidaknya sekali dalam seumur hidup. Jangan lupa ajak teman, sahabat, gebetan, pacar, mantan, istri, suami, keluarga atau siapapun yang bersedia anda ajak berbagi di kala senang dan sedih. Bawa topi baju lengan panjang ataupun tabir surya kalau anda sangat peduli terhadap pengendalian populasi jumlah pigmen di kulit anda.

Boleh juga bawa bekal makan ataupun minum, walaupun seharusnya tidak usah kawatir karena banyak terdapat warung di sekitar area. Toilet pun tersedia, lahan parkir juga memadai, namun tempat ibadah belum saya temui. Karena di bawah samping area penerjunan, terdapat masjid yang cukup dekat.



Thursday 30 May 2013

Ikatlah Ilmu dengan Tulisan




Pernah saya baca sebuah kalimat sakti di linimasa Twitter. Sayang, sampai sekarang belum saya tahu siapa yang pertama kali melotarkannya. “Ikatlah ilmu dengan tulisan” begitu kira-kira bunyinya. Tanpa ada penjelasan lebih lanjut saya kira kita dapat memaknai apa kandungan kalimat ini.

Kenapa kalimat di atas saya katakan sakti? Karena memang benar demikian adanya. Saya setuju, dan saya yakin anda juga setuju.  Argumen paling sederhana yang dapat menjadi topangan pembenaran atas kalimat tersebut mungkin adalah soal ide yang sering kali menguap dari pikiran kita.

Saat Inspirasi Muncul, Tangkaplah

Saya pernah kuliah di Semarang sedangkan domisili asli adalah di Sukoharjo. Range lokasi ke dua kota di Jawa Tengah ini lebih dari 100 Km yang biasa saya tempuh dengan sepeda motor. Jika di kalkulasi dalam satuan waktu, maka jarak sedemikian tadi rata-rata saya capai dalam waktu  2,5 – 3 Jam. Tergantung kecepatan dan kepadatan kendaraan di jalanan. Dalam jangka 4 tahunan terakhir, maka sudah tak terhitung berapa kali jalur Sukoharjo-Solo-Boyolali-Salatiga-Kab. Semarang-Kota Semarang saya lalui, pulang pergi. Pula berapa jam yang saya habiskan untuk berada di jalanan.

Pada saat-saat mengaspal di jalanan itulah, waktu kritis yang sering saya temui akan dinamisnya pikiran saya meloncat-loncat asimetris. Imajinasi pun turut bergerak tanpa batas, tentang semua hal. Terutama perkara-perkara kehidupan yang saya alami, hal-hal yang saya sukai, masa depan, soal urusan perkuliahan, organisasi, urusan hati,  keluarga, ataupun berbagai kejadian yang saya temui selama perjalanan. Sebagian orang menyebutnya, inspirasi. Bisa dibayangkan? Tentu tak semua orang menemukan momen yang sama dengan saya. Jadi, dimana anda biasa bertemu dengan inspirasi semacam ini?

Celakanya, saat-saat afirmasi diri dalam perkembangan ide/inspirasi ini rupanya terlampau mudah saya abaikan. Tetap menjadi bayangan dalam memori, yang jika saya sedang beruntung dapat saya ingat kembali ketika membutuhkannya untuk diaplikasikan dalam taraf praktris kehidupan sehari-hari. Soal skripsi saya dulu misalnya.

Kebetulan juga, saya dianugerahi memori ingatan yang agak kurang dalam menangkap suatu detail. Meskipun saya tak pernah melupakan moment. Contohnya:  Saya ingat siapa pacar pertama saya, tapi saya tak ingat kapan kami jadian atau kapan kami berpisah. Oh tunggu dulu, kalau yang ini karena memang tidak penting untuk diingat dan ada faktor kesengajaan untuk tidak mengingat-ingat.

Baik kita tinggalkan sedikit sesi curhat yang tadi. Rupanya saya menyadari juga apa yang telah terlewat di belakang itu salah. Alhamdulillah saya sadar, jadi tak peduli berapa jauh jalan salah yang telah anda jalani, putar arah sekarang juga. Begitu kalau Rhenald Khasali bilang sebagai tagline dalam buku “Change” nya.

Akhirnya, saya coba memulai menulis, apapun yang saya ingin tulis. Walaupun kadang bersahabat dengan hasrat menulis itu tidaklah mudah. Begitu kalau kata para penulis. Media blog, menjadi kanvas putih sensual yang memotivasi saya untuk terus diwarnai dengan tulisan-tulisan yang lebih banyak.
Setelah setahun yang lalu postingan pertama saya buat, saya belajar bahwa saya telah banyak belajar selama proses menulis. Konten yang lebih berkembang, dengan gaya penulisan yang menurut saya lebih baik. Itu menurut saya.

Selain itu, kalau buka folder di laptop pun ada beberapa tulisan yang tersimpan tentang macam-macam hal. Namun sayang, semua terhanyut bersama tenggelamnya kemampuan hard disk si Alexandra (baca:laptop) dalam bekerja. Dia telah tiada membawa bergiga-giga memori bersamanya. Selamanya.
Oya, Twitter pun kadang bisa jadi media walaupun terbatas. Pernah juga saya mencoba membuat serial twit tertentu. Yah tentu dengan konten yang saya mengerti dan memang ingin saya bagi. Sok-sokan jadi seleb twit, ceritanya.

Hanya kekurangannya memang kicauan kita sering terinjak kicauan-kicauan yang menumpuk di atasnya. Jadi agak susah dan mungkin sedikit merepotkan kalau harus nyecroll2 lagi mencari kicauan yang tersembunyi diantara ratusan, ribuan, pulahan ribu atau bahkan ratusan ribu kicauan yang telah terposting. Tergantung seberapa “cerewet”  anda di dunia microbloging.

Kalaupun memang niat ingin menggali “harta karun” yang agak terpendam di dalam juga ada caranya kok. Coba cek setting twitter via web, jika ada “your twitter archive” berarti bisa cek kicauan yang lalu-lalu bahkan kicauan paling pertama kali di sajikan. Terima kasih untuk peristiwa CEK TL TAHUN LALU-nya politikus Budiman Sudjatmiko yang membuat saya mengerti cara ini. Silahkan tersenyum jika anda tahu maksud saya.

Pada satu titik tertentu, saya menemukan jalan yang saya rasa sudah benar untuk lanjut saya tapaki, sebuah turning point. Saya juga mengangguk pelan dengan wajah terhias senyuman kecil ketika mengingat lagi kalimat “Ikatlah ilmu dengan tulisan” di atas pada saat semakin banyak menulis. “Oh (mungkin) ini ya maksutnya” kata saya dalam hati.

Jadilah saya memaksa diri untuk belajar rajin menulis, apapun sesuai yang saya suka dan saya tahu. Proses ini pula yang kemudian memaksa saya untuk mengembangkan wawasan lewat membaca, dari obrolan-obrolan, menangkap makna kehidupan, dan sebagainya. Itulah ilmu yang kemudian harus diikat. Karena saya temukan juga bahwa saat saya belajar lebih banyak hal, saya ternyata jadi tahu kalau saya masih banyak tidak tahu.

Dalam sebuah talkshow Rumah Perubahan-nya di TVRI, Rhenald Khasali sang Guru Besar Ilmu Manajemen dari Kampus Kuning dan social entrepreneur ini bercerita. Bahwa dia sudah sangat terbiasa menulis minimal seminggu sekali. Kalau sampe terlewat, untuk memulianya lagi rasanya gamang bagi beliau. Gatal rasanya. Maka tak heran kalau sudah sekian buku dan ratusan artikel mungkin yang telah beliau hasilkan. Itu baru yang saya ketahui.

Seorang Dahlan Iskan pun mengajarkan bagaimana sebuah tulisan dapat menjadi kekuatan dalam memotivasi, menumbuhkan optimisme, dan mempengaruhi bayak orang dalam kerangka yang positif. CEO Notes yang sering beliau buat dan sebarkan selama menjadi direktur utama PLN telah membuat sebuah perbedaan dalam mendongkrak kinerja perusahaan. A different style of leading in a state institution. Sebagai catatan, CEO Notes ini menyebar di dalam milis internal PLN sampai ke level karyawan paling bawah. Semua pegawai bisa membaca, dan semua orang di dalam perusahaan pemerintah berlogo petir ini bisa mengerti arah mana yang diinginkan pimpinanya untuk dicapai bersama-sama. Setahu saya, sampai saat ini Dahlan Iskan masih tetap menulis banyak hal terutama berbagai pencapaian perusahaan-perusahaan yang ada di bawak kementrian BUMN-nya. Kolomnya pun tersedia khusus di salah satu portal media online (klik: Kolomnya). Memang latar belakang beliau sebagai wartawan dan juga memiliki sebuah jaringan perusahaan berita nasional, saya pikir ikut mempengaruhi keaktifan beliau dalam menulis. Tapi tak harus jadi wartawan untuk bisa menulis kan.

Pesan orang bijak lain menyebutkan, “ Ketika kehidupan mengajarkan kebahagiaan maka tulislah kenangannya di atas batu, jika kehidupan mengajarkan kekecewaan maka tulislah kenangannya di atas pasir”. Analoginya sederhana, menulis dia atas batu akan bertahan lama dan mungkin tidak akan hilang layaknya prasasti-prasasti peninggalan kerajaan di nusantara. Sedang menulis di atas pasir akan tetap terbaca, namun kemudian dapat hilang di sapu ombak atau angin. Maksudnya menulis di media yang tepat dan tindakan menulis itu sendiri akan menjadi guru yang abadi bagi kita, mungkin seperti itu maknanya.

Are you Story Teller enough?

Menurut saya kema(mp)uan menulis ini juga selaras dengan keahlian kita menjadi seorang story teller. Pencerita, atau pendongeng yang mampu menggiring imajinasi dan mind set pembacanya ke arah yang kita inginkan. Seperti buku-buku favorit yang kita miliki, para penulisnya berhasil dengan gemilang menghipnotis kita dalam visualisasi yang kita tak mengerti bisa muncul dalam lamunan. Dengan rangkaian diksi yang tepat maka sudah semestinya tulisan perlu dibuat dengan konten yang positif, tujuan yang baik, informatif, dan imajinatif walau pastinya di hidangkan dalam berbagai gaya yang khas sesuai karakter si penulis.  

Saya juga bersyukur pernah mengalami masa yang indah bersama skripsi. Proses inilah yang mengajari saya mendesain ulang kerangka berpikir menjadi lebih sistematis, menata cara pandang akan suatu persoalan, berargumen dengan dasar data yang akurat, mengembangkan gagasan dari satu ide pokok, dan mengais-ngais bahan bacaan dari berbagai sumber yang rupanya lumayan menambah masaa otak saya beberapa cc. Terima kasih pula untuk 2 dosen pembimbing saya yang memberi andil atas posisi saya di masa sekarang. Mereka jugalah yang membuat saya tak perlu repot-repot lagi mengalokasikan waktu untuk melakukan proses penyempurnaan (baca:revisi) setelah sidang skripsi.

Oya, Kalau ada yang bilang nulis skripsi itu susah maka saya 100% tak setuju. Terserah anda akan bilang apa, terutama bagi mereka generasi mahasiswa tingkat akhir yang sedang mencoba berdamai dengannya. Nulis sskripsi itu mudah kok, mau bukti? Oke, sekarang buka laptop dan program Ms. Word-mu. Lalu ketik S – K – R – I – P – S – I. Mudah kan? Jadi deh SKRIPSI.

Sekarang saya tanya, apa anda masih rela punya ide, inspirasi, dan imajinasi yang (mungkin) akan berharga tapi tersingkir lenyap begitu saja? Saya rasa tidak. Maka marilah kita menulis. Mengikat ilmu titipan dari Sang Kuasa lewat alam kepada kita. Dengan begitu si ilmu tak hanya bermanfaat bagi kita tapi juga bagi orang-orang di sekitar kita. Bukankah demikian itu hakekat seorang manusia? Jadi, mulailah menulis dari apa yang disuka, mulailah dari yang sederhana, mulailah sekarang juga. Kalau saya sendiri lupa, bolehlah kita saling mengingatkan.

“Tulis apa yang kamu lakukan, lakukan apa yang kamu tulis..”




*Tulisan inipun spontan saya buat ketika sedang meratapi modem yang tak bersahabat dengan laptop. Tiba-tiba pengen buka Word, terus jadilah tulisan sederhana ini dalam waktu kurang lebih setengah jam saja (sebelum editing). Saya pantas dapet P*P Mie untuk prestasi ini. Sekian dan terima kasih sayang